(dari kiri) Politisi PDIP, Masinton Pasaribu; Ketua Korps PMII Putri UBK, Alda Zelfiana; Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman; dan peneliti Badan Riset dan Inovasi (BRIN), Siti Zuhro/RMOL
Amanat Undang-undang Pemilu terkait keterwakilan perempuan minimal 30 persen dinilai belum maksimal dalam perhelatan Pemilu 2024.
Pandangan tersebut disampaikan Ketua Korps PMII Putri UBK, Alda Zelfiana dalam orasi kebangsaan saat diskusi bertajuk “Anies-Muhaimin Deklarasi, Selanjutnya Siapa Lagi?” di Jakarta, Kamis (7/9).
Alda menegaskan, sistem pemilu terbuka yang saat ini diterapkan sudah tepat dan patut didukung. Namun melihat realitas di lapangan, keterwakilan perempuan masih harus tetap diperjuangkan.
Sementara dalam diskusi yang sama, analisis komunikasi politik Hendri Satrio menyebut tokoh perempuan dalam Pemilu 2024 penting karena membawa manfaat bagi dunia politik nasional.
Terlebih keterwakilan perempuan melalui kuota caleg telah diatur oleh undang-undang.
Hensat pun mengapresiasi orasi kebangsaan aktivis perempuan PMII yang terus menggaungkan pentingnya keterlibatan perempuan di pentas politik nasional.
“Suara mahasiswa sebagai agen perubahan amat dibutuhkan bagi bangsa ini. Kritikan yang diajukan mahasiswa menjadi vitamin bagi langkah republik ini ke depan,” kata Hensat, sapaan Hendri Satrio.
Dalam diskusi tersebut, turut hadir sejumlah narasumber lain, di antaranya politisi PDIP, Masinton Pasaribu; Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman; dan pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi (BRIN), Siti Zuhro.