Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Rycko Amelza Dahniel (kanan)/Net
Usulan mekanisme kontrol rumah ibadah sebagaimana disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Rycko Amelza Dahniel dalam mencegah radikalisme menuai sorotan publik.
Adapun usulan tersebut disampaikan Komjen Rycko dalam rapat bersama Komisi III DPR RI di Jakarta Pusat, Senin (4/9).
Rycko menerangkan, usulan kontrol di tempat ibadah melibatkan masyarakat setempat dalam pengawasan, bukan kontrol penuh dan sepihak oleh pemerintah.
“Itu artinya bukan pemerintah yang mengontrol. Mekanisme kontrol itu bisa tumbuh dari pemerintah beserta masyarakat,” ujar Komjen Rycko dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/9).
Dalam mekanisme kontrol ini, pemerintah tidak mengambil kendali langsung. Pengurus masjid dan tokoh agama setempat bisa berperan melaporkan aktivitas atau ajaran yang berpotensi radikal.
Nantinya, tokoh agama dan masyarakat setempat bisa memantau dan memberikan peringatan kepada individu yang terlibat penyebaran pesan kebencian dan kekerasan.
"Dari tokoh-tokoh agama setempat, atau masyarakat yang mengetahui ada tempat-tempat ibadah digunakan untuk menyebarkan rasa kebencian, menyebarkan kekerasaan, itu harus disetop," jelas Komjen Rycko.
BNPT pun telah melakukan studi banding ke sejumlah negara, mulai dari Singapura, Malaysia, Arab Saudi, Oman, Qatar, hingga Maroko. Pemerintah di negara tersebut menerapkan kendali langsung terhadap tempat ibadah.
Meski demikian, Kepala BNPT menyadari situasi di Indonesia berbeda. Oleh sebab itu, mekanisme kontrol bersifat kolaboratif dengan masyarakat setempat.