Mantan Duta Besar Indonesia untuk Jepang, Yusron Ihza saat melakukan wawancara dengan Duta Besar Jepang untuk RI, Kanasugi Kenji/Repro
Pemerintah Jepang telah menawarkan undangan diskusi ilmiah kepada para pejabat China untuk membahas keamanan pembuangan limbah air radioaktif dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi ke Samudera Pasifik. Namun, hingga saat ini, pihak Beijing dikabarkan belum memberikan tanggapan resmi terhadap ajakan tersebut.
Dalam wawancara dengan mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang, Yusron Ihza, yang disiarkan di kanal YouTube "Yusron Senpai", Dubes Jepang untuk RI, Kanasugi Kenji, menyatakan kekecewaannya atas tindakan keras yang diambil oleh China sebagai respons terhadap pembuangan limbah radioaktif tersebut.
Seperti diketahui, China telah menangguhkan impor produk lautnya dari Jepang dan terjadi banyak insiden penyerangan terhadap sekolah-sekolah Jepang di China, yang meningkatkan keprihatinan pemerintah Tokyo.
Menurut Dubes Kanasugi, penting bagi kedua negara untuk menjalankan diskusi ilmiah antara para ahli terkait keamanan pembuangan air radioaktif ini, guna menghindari kesalahpahaman tersebut.
"Kami telah mengajukan ide untuk melakukan diskusi ilmiah antara ahli mereka dan ahli kami kepada Tiongkok. Namun, sayangnya, sampai saat ini hal itu belum diwujudkan," ujar Dubes Kanasugi.
Dalam konteks ini, Dubes Jepang itu menyayangkan tindakan China yang terus mencemooh tindakan negaranya melalui media, daripada membuka forum diskusi.
"Daripada saling mencemooh melalui media, melakukan diskusi ilmiah antar ahli akan jauh lebih penting dan berguna," tegasnya.
Dubes Kanasugi menegaskan bahwa Jepang siap untuk menjelaskan posisi mereka secara rinci dan terus melakukan pemantauan serta memberikan informasi secara transparan kepada masyarakat internasional untuk meredakan kekhawatiran mereka.
Lebih lanjut, Dubes Kanasugi menjelaskan bahwa air limbah Fukushima berasal dari gempa besar yang mengguncang wilayah Jepang Timur pada 2011 lalu, yang menimbulkan musibah bagi PLTN Fukushima Daiichi.
Untuk menonaktifkan reaktor nuklir di PLTN tersebut, menurut penjelasannya, reaktor perlu didinginkan dengan air yang dimurnikan dengan perangkat dari sistem pemrosesan cairan canggih (ALPS).
Menurut Dubes Kanasugi, fungsi ALPS adalah untuk memurnikan air dalam sistem drainase, meskipun pemurnian ini tidak sepenuhnya menghilangkan tritium, yang merupakan zat hidrogen yang biasa ditemukan di alam ini.
Namun, menurutnya, hasilnya telah memenuhi batas standar keamanan yang ditetapkan, dan air yang dimurnikan tersebut kini disimpan dalam lebih dari seribu tangki, termasuk di fasilitas TEPCO Fukushima.
"Dengan perangkat dan standar ALPS, kami telah berhasil memisahkan semua bahan radioaktif dari limbah tersebut, kecuali tritium. Namun. kami telah mengencerkannya dan memenuhi standar keamanan untuk dibuang ke laut," jelasnya.
Selama rangkaian proses tersebut, pihak Jepang telah berkonsultasi dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), yang telah menyetujui pembuangan air radioaktif ke laut sesuai dengan standar keamanan badan tersebut dan pengolahan yang aman dari ALPS.
Pemerintah Jepang saat ini telah berkomitmen untuk terus melakukan pemantauan dan merilis laporan secara transparan kepada masyarakat dunia terkait tindakan ini.
Meskipun demikian, China masih menolak penjelasan tersebut, yang membuat Tokyo menyatakan kekecewaannya terhadap tindakan dari Beijing.