Tangkapan layar, pakar ranjau PBB, Alexander Lobov, mengungkap banyaknya ranjau darat yang tersebar di Ukraina dan belum meledak.
Jumlah ranjau darat yang belum meledak di Ukraina bisa mencapai satu juta unit. Begitu menurut perkiraan yang disampaikan pakar ranjau PBB, Alexander Lobov.
Lobov, yang merupakan insinyur militer dan ahli pekerjaan ranjau yang bekerja dengan Program Pembangunan PBB (UNDP), mengungkapkan perkiraannya kepada media China CGTN.
“Mempertimbangkan skala wilayah yang terkena dampak perang dan kepadatan ladang ranjau, jumlah ranjau bisa mencapai ratusan ribu," kata Lobov.
"Saya tidak bisa tidak mengecualikan bahwa jumlahnya bahkan bisa melebihi angka satu juta," ujarnya.
Ranjau darat anti-personil dan anti-kendaraan diklaim telah digunakan di Ukraina sejak pecahnya konflik pada Februari 2022.
Berbeda dengan Ukraina yang telah menandatangani Perjanjian Ottawa mengenai larangan produksi dan penimbunan ranjau sejak tahun 1999, Rusia tidak menandatangani perjanjian tersebut.
Menurut penelitian, Ukraina saat ini menjadi salah satu negara dengan tingkat korban sipil tertinggi di dunia akibat penggunaan senjata tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh kelompok kemanusiaan Halo Trust telah mengidentifikasi kelompok ranjau darat tertinggi di Ukraina di bagian selatan negara itu di sekitar wilayah Kherson dan di barat laut di sekitar Kharkiv.
Daerah-daerah ini berada di garis depan pertempuran antara pasukan Ukraina dan pasukan yang didukung Rusia.
Lobov mengatakan, skala bom yang tidak meledak yang tertinggal di kota-kota dan desa-desa bisa mencapai tiga kali lipat jumlah yang terlihat di Kroasia setelah perang Balkan pada awal tahun 1990-an.
“Menurut pernyataan Otoritas Pekerjaan Ranjau Nasional, 174.000 kilometer wilayah Ukraina telah terkena dampaknya,” katanya.
Jenis amunisi yang terlihat dalam konflik juga mempengaruhi upaya yang dilakukan oleh petugas pembersihan ranjau di lapangan.
“Mereka mengalami senjata modern baru yang belum pernah mereka lihat sebelumnya,” kata Lobov.
“Ukraina saat ini sedang mengalami cluster amunisi, rudal balistik yang belum meledak," ujarnya.
Lobov mengatakan Ukraina telah mengambil pelajaran dari kampanye pembersihan ranjau di konflik lain, terutama di Balkan dan Kamboja.
“Tentu saja Ukraina mendapat manfaat dari pengalaman internasional,” katanya.
“Tetapi program-program yang relevan di negara-negara ini telah berjalan selama beberapa dekade. Kita tidak bisa menunggu selama beberapa dekade," lanjut Lobov.
Ia yakin bahwa meskipun dampak sebenarnya dari ranjau darat yang dimiliki Ukraina baru akan terungkap setelah kekerasan berakhir, namun apa yang terjadi di negara tersebut dapat menentukan kebijakan internasional mengenai penggunaannya selama beberapa dekade mendatang.
“Menurut pendapat saya, Ukraina akan mengubah filosofi tentang pekerjaan ranjau dan cara menanggapi ancaman ledakan,” katanya.