Berita

Ilustrasi/Net

Dunia

Pro-kontra Larangan Abaya di Sekolah Negeri, Prancis Terpecah

SELASA, 29 AGUSTUS 2023 | 15:24 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Keputusan Prancis yang melarang anak-anak di sekolah negeri mengenakan abaya, jubah longgar dan panjang yang biasanya dikenakan oleh sebagian perempuan Muslim, mendapat kritikan keras dari beberapa pihak, meskipun ada juga yang mendukungnya.

Dikutip dari Al Jazeera pada Selasa (29/8), keputusan yang diumumkan Menteri Pendidikan Gabriel Attal pada Minggu (27/8) itu akan berlaku saat anak-anak kembali ke sekolah dan telah menuai pro dan kontra sejak diumumkan.

Presiden ELF-Muslim Students of France, Loubna Regui, termasuk yang tidak setuju dengan larangan itu. Ia mengatakan kepada Al Jazeera bahwa larangan tersebut sepertinya menargetkan imigran dan pada dasarnya bersifat rasis.

“Abaya dikenal bukan pakaian keagamaan," kata Regui.

"Ini sebenarnya merupakan masalah budaya meskipun pemerintah tampaknya tidak peduli dengan informasi ini dan masih melarangnya, hal ini menarik karena selain Afghanistan dan Iran, Prancis adalah satu-satunya negara yang membuat undang-undang tentang apa yang boleh dan tidak boleh dikenakan oleh perempuan,” ujarnya.

Banyak pihak dari sayap kiri yang juga mengecam langkah yang diumumkan pemerintah, termasuk Clementine Autain, anggota parlemen dari partai France Insoumise. Ia mengkritik apa yang disebutnya sebagai “polisi pakaian” dan sebuah langkah yang merupakan ciri penolakan obsesif terhadap umat Islam.

Untuk menegakkan larangan abaya di ruang kelas, Attal dalam pengumumannya mengatakan 14.000 tenaga kependidikan dalam posisi kepemimpinan akan dilatih pada akhir tahun ini dan 300.000 personel akan dilatih pada tahun 2025.

Beberapa akademisi sepakat bahwa langkah tersebut Prancis bisa menjadi kontraproduktif, terlebih lagi karena tindakan tersebut menyentuh pakaian yang menurut mereka dikenakan untuk fashion atau identitas dan bukan untuk agama.

“Ini akan merugikan umat Islam secara umum. Sekali lagi, mereka akan merasa terstigmatisasi,” kata sosiolog Agnes De Feo.  

“Sungguh disayangkan karena orang akan menilai gadis-gadis muda ini padahal abaya adalah ekspresi remaja tanpa konsekuensi," kata De Feo.

"Pada tahun 2004, Perancis melarang jilbab di sekolah-sekolah. Kemudian pada 2010 Prancis mengeluarkan larangan penggunaan cadar di depan umum, yang membuat marah beberapa anggota komunitas Muslim yang berjumlah lebih dari lima juta orang dan memicu pendirian sekolah-sekolah Muslim swasta," ujarnya.

Abdallah Zekri, pemimpin Dewan Kepercayaan Muslim Prancis ikut menyayangkan keputusan pemerintah.

“Bagi saya, abaya bukanlah pakaian keagamaan. Ini semacam fashion,” kata Zekri kepada stasiun berita BFMTV.

Prancis telah memberlakukan larangan simbol-simbol agama di sekolah-sekolah negeri sejak tahun 2004 untuk menjunjung ketat sekularismenya, yang dikenal sebagai “laicite”. Topik ini merupakan topik yang sensitif dan seringkali memicu ketegangan politik di negara tersebut.

Menanggapi kritik atas langkah terbarunya, Juru Bicara Pemerintah, Olivier Veran mengatakan pada Senin (28/8) bahwa abaya jelas bersifat religius. Ia juga menilai penggunaan abaya merupakan tindakan “dakwah”.

Berbeda dengan mayoritas sayap kiri yang menilai buruk keputusan pemerintah, ketua partai konservatif Les Republicains, Eric Ciotti, dengan cepat menyambut baik langkah tersebut, yang menurutnya sudah lama tertunda.

Politisi sayap kanan Eric Zemmour, kepala kelompok kecil Penaklukan Kembali! partai penentang imigran, juga ikut menyuarakan dukungannya.

“Larangan abaya adalah langkah awal yang baik jika diterapkan," tulis Zemour di X.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

KSST Yakin KPK Tindaklanjuti Laporan Dugaan Korupsi Libatkan Jampidsus

Jumat, 24 Januari 2025 | 13:47

UPDATE

HUT Ke-17 Partai Gerindra, Hergun: Momentum Refleksi dan Meneguhkan Semangat Berjuang Tiada Akhir

Senin, 03 Februari 2025 | 11:35

Rupiah hingga Mata Uang Asing Kompak ke Zona Merah, Trump Effect?

Senin, 03 Februari 2025 | 11:16

Kuba Kecam Langkah AS Perketat Blokade Ekonomi

Senin, 03 Februari 2025 | 11:07

Patwal Pejabat Bikin Gerah, Publik Desak Regulasi Diubah

Senin, 03 Februari 2025 | 10:58

Kebijakan Bahlil Larang Pengecer Jual Gas Melon Susahkan Konsumen dan Matikan UKM

Senin, 03 Februari 2025 | 10:44

Tentang Virus HMPV, Apa yang Disembunyikan Tiongkok dari WHO

Senin, 03 Februari 2025 | 10:42

Putus Rantai Penyebaran PMK, Seluruh Pasar Hewan di Rembang Ditutup Sementara

Senin, 03 Februari 2025 | 10:33

Harga Emas Antam Merosot, Satu Gram Jadi Segini

Senin, 03 Februari 2025 | 09:58

Santorini Yunani Diguncang 200 Gempa, Penduduk Diminta Jauhi Perairan

Senin, 03 Februari 2025 | 09:41

Kapolrestabes Semarang Bakal Proses Hukum Seorang Warga dan Dua Anggota Bila Terbukti Memeras

Senin, 03 Februari 2025 | 09:39

Selengkapnya