Berita

Bivitri Susanti/Net

Politik

Bersaksi di MK, Bivitri Susanti: MK Harus Konsisten pada Putusan Terkain Open Legal Policy

SELASA, 29 AGUSTUS 2023 | 12:16 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Saksi ahli dari pihak terkait dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara uji materiil aturan batas minimum usia calon presiden dan calon wakil presiden (Capres-Cawapres), di Mahkamah Konstitusi (MK), pagi ini.

Pihak terkait dalam perkara yang diregistrasi dengan nomor 29, 51, dan 55/PUU-XXI/2023 itu, dalam hal ini adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Perludem menghadirkan pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, di Ruang Sidang Utama Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (29/8).

Bivitri menegaskan, dirinya bersedia menjadi ahli Perludem lantaran pihak lainnya, yaitu Pemerintah RI dan DPR RI sepakat dengan dalil permohonan pihak pemohon, sehingga tidak menghadirkan saksi ahli.

"Dalam perkara di mana bahkan DPR dan Pemerintah setuju dengan permohonan, makin terasa pentingnya pihak terkait agar Majelis Hakim dapat pandangan yang berbeda agar berimbang, dalam perkara yang sebenarnya mungkin juga diinginkan oleh pembentuk UU," ujar Bivitri.

Dia mengatakan, sebagai saksi ahli satu-satunya yang dihadirkan dalam perkara pengujian aturan batas minimum usia capres-cawapres, yang termuat dalam Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu, diberikan beberapa pandangan hukum yang bisa menambah bahan pertimbangan MK sebelum memutus perkara.

"Di sinilah saya memposisikan teman diskusi Majelis Hakim yang mudah-mudahan bisa menguatkan pandangan majelis yang terpelajar, bahwa perkara ini sebenarnya cukup straight forward, lugas," tuturnya.

Maka dari itu, Bivitri memastikan argumentasi yang dibangunnya terkait dengan isu dalam perkara a quo yang sebenarnya sangat lugas mencakup aspek hukum dan non hukum.

Dari aspek hukum, dia memulainya dengan sebuah pertanyaan, apakah isu batasan umur sebagai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden adalah isu konstitusional yang harus diputus oleh MK?

"Tentu kita akan sangat tertarik apabila dihadapkan pada keilmuan yang mendalam dan memang juga penting. Tapi relevan kah dengan konstitusi, misalnya isu diskriminasi berdasarkan umur, atau yang sekarang hits dengan istilah Ageism?" urai Bivitri.

"Atau pertanyaan non hukum tentang tingkat kematangan manusia dalam mengelola intelegensia, emosi dan pengalaman untuk menduduki jabatan tertentu," sambungnya.

Oleh karena itu, Bivitri dalam keterangannya kali ini seolah mengajak Hakim Konstitusi mencari titik penyelesaian yang sebenarnya dari isu batas minimum usia capres-cawapres, apakah di forum Mahkamah Konstitusi atau dalam perdebatan pembahasan undang-undang di DPR RI.

"Jadi dalam keterangan ini argumen saya juga sangat lugas, yaitu batasan umur sebagai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden bukan isu konstitusional. Sehingga MK harus konsisten dengan putusan-putusannya selama ini mengenai kebijakan hukum terbuka atau open legal policy," ungkapnya tegas.

Lebih lanjut, Bivitri kini tengah memaparkan bangunan argumentasinya mengenai pengujian aturan batas minimum usia capres-cawapres bukan wewenang MK memutuskan.

Terlebih, dia memandang argumentasi para pemohon perkara itu, yang antara lain terdiri dari PSI hingga beberapa individu masyarakat pemilih dan calon peserta pemilu, tidak cukup kuat.

"Saya mencoba menelusuri secara penalaran hukum, apakah benar ada metode interpretasi yang dimungkinkan untuk membaca Pasal 27 dan 28 mengenai diskriminasi sesuai logika pemohon, yang menurut saya pun logikanya inkonsisten (menyebut aturan batas minimum usia capres-cawapres inkonstitusional)," demikian Bivitri menambahkan.

Dalam perkara uji materiil tersebut, para Pemohon meminta agar batas usia capres-cawapres diturunkan, dari 40 tahun menjadi 35 tahun.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

PDIP: Terima Kasih Warga Jakarta dan Pak Anies Baswedan

Jumat, 29 November 2024 | 10:39

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

UPDATE

Gegara Israel, World Central Kitchen Hentikan Operasi Kemanusiaan di Gaza

Minggu, 01 Desember 2024 | 10:08

Indonesia Harus Tiru Australia Larang Anak Akses Medsos

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:58

Gaungkan Semangat Perjuangan, KNRP Gelar Walk for Palestine

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:36

MK Kukuhkan Hak Pelaut Migran dalam UU PPMI

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:18

Jet Tempur Rusia Dikerahkan Gempur Pemberontak Suriah

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:12

Strategi Gerindra Berbuah Manis di Pilkada 2024

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:53

Kubu RK-Suswono Terlalu Remehkan Lawan

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:40

Pasukan Pemberontak Makin Maju, Tentara Suriah Pilih Mundur dari Aleppo

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:30

Dirugikan KPUD, Tim Rido Instruksikan Kader dan Relawan Lapor Bawaslu

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:06

Presiden Prabowo Diminta Bersihkan Oknum Jaksa Nakal

Minggu, 01 Desember 2024 | 07:42

Selengkapnya