Pihak berwenang Libya meringkus seorang pemimpin utama kelompok teroris ISIS, yang diduga bertanggung jawab atas perencanaan dan pendanaan serangkaian serangan mematikan di Tripoli pada 2018.
Penangkapan yang dilakukan dalam operasi militer gabungan itu dikonfirmasi oleh Perdana Menteri Libya Abdelhamid Dbeibah melalui siaran televisi pada Kamis (24/8).
“Pasukan kami pada Selasa berhasil menangkap seorang pemimpin organisasi teroris Daesh, yang terlibat dalam perencanaan dan komando aksi teroris yang menargetkan lembaga-lembaga negara kami dan pejabat mereka yang gugur,” kata Dbeibah.
Mengutip laporan
Al Arabiya pada Jumat (25/8), Dbeibah lebih lanjut memperbarui komitmen pemerintahannya untuk mengatasi ancaman terorisme dalam segala bentuk, serta akan menghukum semua individu yang terlibat dalam aksi tersebut.
Dalam siarannya, perdana menteri yang didukung PBB itu juga menekankan pentingnya memperkuat stabilitas di seluruh wilayah Libya.
Meskipun belum ada rincian yang diungkapkan mengenai identitas maupun kewarganegaraan tersangka ekstremis ini, namun penangkapan itu disebut telah menandai tonggak penting bagi Libya dalam upaya melawan terorisme di negaranya.
Sejak jatuhnya kekuasaan diktator Muammar Gaddafi pada 2011 lalu, ISIS diketahui telah memanfaatkan situasi keamanan Libya yang rapuh, dengan melakukan beberapa serangan mematikan berturut-turut di seluruh negeri.
Beberapa serangan yang telah diakui oleh ISIS di antaranya serangan bom bunuh diri pada 2 Mei 2018 silam, yang menewaskan 14 orang di markas besar Komisi Pemilihan Tinggi Libya di Tripoli.
Serangan lainnya terjadi pada 10 September 2018, ketika kelompok ekstremis tersebut menyerang markas besar Perusahaan Minyak Nasional Libya, yang menewaskan dua orang dan melukai 10 staf.
Terakhir serangan pada 25 Desember 2018, di mana tiga orang tewas, termasuk seorang diplomat Libya, di mana ISIS menargetkan Kementerian Luar Negeri negara itu.
Kelompok teroris tersebut diketahui juga sempat mendirikan benteng kuat di kota-kota seperti Derna dan Sirte di bagian timur dan utara Libya. Namun, berkat upaya pemerintah dan pasukan keamanan, kedua kota tersebut berhasil dibebaskan, masing-masing pada tahun 2018 dan 2016.