SINYALEMEN kunci. “Amin Arjoso: Lebih menyedihkan lagi karena perubahan yang disebut amandemen UUD 1945 dan oleh MPR dinyatakan berlaku 10 Agustus 2002 sesudah amandemen empat kali dilakukan atas intervensi LSM asing, yang ikut menghadiri sidang-sidang PAH I dan ikut memberikan fasilitas dan konsep-konsep selama proses penyusunan amandemen, untuk memastikan amandemen tersebut patut diduga keras sesuai dengan pemikiran democratic values and an American self-interest.’’ (Valina Singka Subekti, Menyusun Konstitusi Transisi, hlm. 81).
Dr. Valina Singka Subekti, patut dipercaya, karena anggota PAH III dan PAH I BP MPR tahun 1999-2001. Dalam buku yang sama, Valina mengatakan pasca-Soeharto jatuh, LSM asing marak masuk Indonesia dan mendukung proses demokratisasi di Indonesia. Mereka mendirikan kantor dan memperoleh dana dari lembaga donor internasional,
Upaya demokratisasi dilakukan oleh aktor internal dan aktor internasional dari negara-negara liberal kapitalis, dan organisasi internasional yang mengeluarkan anggaran cukup besar seperti United Nations Development Program (UNDP). Organisasi ini membantu 90 juta dolar AS untuk Pemilu 1999 dan 35 juta dolar AS untuk Pemilu 2004.
Dana dari UNDP dan United State Agency for International Development (USAID) mengalir ke LSM domestik dan LSM asing, seperti Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA), International Foundation for Election System (IFES), National Democratic Institutions (NDI), dan International Republican Institution (IRI). (Valina, Menyusun Konstitusi Transisi, hlm. 79).
Pembatasan. Untuk selanjutnya hasil amandemen yang disebut UUD NRI 1945, dalam tulisan ini akan disebut UUD 2002, tidak ada maksud tertentu, kecuali untuk memudahkan dan membedakan dengan UUD 1945.
Dari apa yang penulis dengar (dengan telinga), penulis baca dan lihat (dengan mata) dan penulis pikirkan (dengan hati dan otak), berbagai macam pertanyaan membuncah mengusik ketenangan hati dan pikiran tidak pagi, siang, malam dan tengah malam menjelang subuh.
Pertanyaan kritis muncul: “Mengapa asing (LSM AS) melakukan intervensi terbuka dengan memasok konsepsi, ikut sidang dan mengeluarkan dana untuk mengubah atau mengganti konstitusi Indonesia dengan dalih demokratisasi? Apa yang mereka cari sesungguhnya? Apakah ada keterkaitan gagalnya mereka membuat negara RIS, sehingga mendorong membentuk DPD dan memecah belah melalui Pilpres langsung?”
Apakah dengan membandingkan UUD 1945 dengan UUD 2002 akan diperoleh jawabannya? Penulis mengajak mari kita coba menelusuri perbedaannya:
1. UUD 1945 lahir terkait dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sebagai persiapan untuk Indonesia merdeka; UUD 2002 lahir adanya keinginan mengubah demokrasi Pancasila menjadi demokrasi liberal yang individualistis.
2. UUD 1945 disusun oleh pejuang pergerakan kemerdekaan atau founding fathers and mothers; UUD 2002 disusun anggota MPR dan ada keterlibatan LSM asing.
3. UUD 1945 disusun dengan tetesan keringat dan nafas perjuangan untuk Indonesia merdeka; UUD 2002 disusun dengan euforia reformasi dengan dalih demokratisasi dan ada keterlibatan asing.
4. UUD 1945 bernafaskan nilai-nilai Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa; UUD 2002 bernafaskan individualistis, liberalistik dan kapitalistik, yang memecah persatuan.
5. UUD 1945 sebagai konstitusi yang bersifat soepel, atau living constitution sehingga adaptif; UUD 2002 bersifat mati dan tergembok.
6. UUD 1945 tersusun secara logis, sistematis dan metodis atau memenuhi alur pikir yang disebut Ratio Scripta sehingga proporsional; UUD 2002 tidak logis, tidak sistematis, tidak metodis sehingga alur pikirnya tidak memenuhi Ratio Scripta sehingga tidak proporsional.
7. UUD 1945 materi muatannya memenuhi rasa keadilan, sehingga memenuhi syarat sebagai hukum; UUD 2002 materi muatannya tidak memenuhi rasa keadilan sebagaimana yang dipersyaratkan, sehingga tidak layak disebut sebagai hukum.
8. UUD 1945 materi muatannya sama sekali tidak menyebut dan mengatur Parpol; UUD 2002 materi muatannya sangat banyak menyebut dan mengatur Parpol, bak Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Parpol.
9. UUD 1945 untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana pernyataan politik bangsa Indonesia dalam Pembukaan UUD 1945; UUD 2002 untuk penguasaan politik, penguasaan ekonomi, memecah belah dan puncaknya mengganti kepemimpinan nasional dengan bukan orang Indonesia asli.
Perbedaan nomor 1 sampai dengan 8 bersifat faktual dan bisa dijelaskan dengan argumentasi secara akademis. Perbedaan nomor 9, sebagai puncak perbedaan, akan mengundang perdebatan untuk membuktikan, karena hal tersebut sebagai outcome. Hasil sama jika kacamatanya sama, dilandasi jiwa patriotisme, yang selalu tumbuh dan berkembang mencintai bangsa dan negaranya.
Namun, hasil berbeda, jika ada pikiran yang terkooptasi kepentingan individu atau pribadi, keluarga, kelompok dan asing. Mengapa ada kepentingan asing, karena sikap dan perilaku yang bersangkutan pantas disebut sebagai komprador atau individu yang suka dan rela menjual kepentingan bangsa dan negara untuk kepentingan asing.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, penulis ingin katakan: “UUD 2002 itu memiliki aroma asing, yang aku tak mau jika untuk bangsaku. Aku mau konstitusi yang mengandung politik dan demokrasi bernafaskan Pancasila, perekonomian Pancasila dan memperhatikan hak orang Indonesia asli atau pribumi sebagai pendiri negara, pemilik negara dan penguasa negara, semua itu ada di UUD 1945 !!!” Pribumi pendiri, pemilik dan penguasa negara bukanlah rasis, bukan pikiran kolot, tetapi itu hak yang memiliki legalitas yang mendunia. (Dr. M.D. Laode, Trilogi Pribumisme, 2018, hlm 330).
Bagaimana dengan pembaca, demi anak cucu, inginkah mempertahankan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ataukah ingin Indonesia menjadi negara federal dan Indonesia diganti nama Nusantara, balik seperti sebelum Indonesia berdiri, sehingga ibu kotanya bernama Ibu Kota Nusantara? Singkatnya, pilih UUD 1945 ataukah UUD 2002?
Penulis adalah Aster KSAD 2006 hingga 2007, yang juga Wakil Gubernur DKI Jakarta 2007 hingga 2012 dan Inisiator Gerakan Kebangkitan Indonesia