Rapat Koordinasi bertajuk "Upaya Peningkatan Kualitas Udara Kawasan Jabodetabek" di kantor Kemenko Marves, Jumat (18/8)/Ist
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan diperintah Presiden Joko Widodo untuk menangani masalah polusi udara Jabodetabek yang turut menjadi perhatian warga dunia.
Hal itu dibahas Luhut dalam Rapat Koordinasi bertajuk "Upaya Peningkatan Kualitas Udara Kawasan Jabodetabek" di kantor Kemenko Marves, Jumat (18/8). Rapat itu dihadiri lintas kementerian/lembaga (K/L) serta Pemda DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
Rapat tersebut telah memutuskan langkah-langkah konkret yang akan diambil guna mengatasi permasalahan serius terkait kualitas udara yang semakin memburuk di Jabodetabek.
Menko Luhut memaparkan rangkaian tindakan yang akan dilaksanakan untuk menghadapi dampak serius dari polusi udara terhadap kesehatan masyarakat, kualitas hidup, dan keuangan negara.
Lebih lanjut, Purnawirawan Baret Merah tersebut menegaskan komitmen pemerintah dalam mengatasi masalah ini dan pentingnya solusi lintas sektor untuk menurunkan emisi di Jabodetabek. Oleh karena itu, diperlukan tindakan dari hulu hingga hilir guna mencapai solusi yang holistik.
"Dari yang kami pelajari, untuk meningkatkan kualitas udara, pengendalian emisi harus berfokus pada 3 sektor yaitu transportasi, industri dan pembangkitan listrik, serta lingkungan hidup," kata Luhut.
"Kami akan bergerak dari sektor hulu hingga hilir. Pengawasan kualitas udara yang komprehensif dan partisipasi aktif masyarakat juga dibutuhkan sebagai bagian dari upaya bersama,” tambahnya.
Untuk mengurangi polusi dari sektor industri dan pembangkit listrik, pemerintah akan mewajibkan industri menggunakan
scrubber untuk industri berat dan PLTU batubara, serta meningkatkan standar emisi PLTU.
Selanjutnya, penggunaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara juga perlu dikurangi dengan pensiun dini atau pengurangan faktor kapasitas PLTU.
"Percepatan transisi energi dengan mendorong bauran energi baru terbarukan juga dibutuhkan, termasuk insentif seperti kredit karbon dan pajak karbon," demikian Luhut Binsar Panjaitan.