Musim hujan yang tidak biasa sepanjang Juli, berdampak besar pada pasar Inggris di mana para pengecer merasakan pukulan berat dengan sepinya pembeli dan inflasi yang tinggi.
Kantor Statistik Nasional (Office for National Statistics, ONS) melaporkan pada Jumat (18/8) bahwa volume penjualan bulan lalu 1,2 persen lebih rendah dari pada bulan Juni. Reuters dalam laporannya mengatakan dengan mengutip sumber bahwa ada penurunan sebesar 0,5 persen.
Meskipun terjadi gelombang panas di Eropa yang terkait dengan perubahan iklim, Inggris mengalami Juli terbasah sejak 2009, dan Juli terbasah keenam sejak 1836. Selain itu, Sterling melemah karena investor menilai berapa banyak penurunan penjualan mewakili tanda peringatan tentang perlambatan ekonomi Inggris yang lesu.
Wakil direktur survei dan indikator ekonomi ONS, Heather Bovill, mengatakan bahwa Juli bisa disebut sebagai bulan yang sangat buruk. Bergantinya musim panas ke musim penghujan yang dibarengi dengan peningkatan biaya hidup membuat penjualan di banyak sektor menjadi lesu, terutama untuk makanan dan pakaian.
"Penjualan department store dan peralatan rumah tangga juga turun secara signifikan," tambahnya
Banyak pembeli beralih ke online daripada pergi ke tengah hujan dengan 27,4 persen penjualan ritel dilakukan melalui internet.
Volume penjualan toko makanan turun 2,6 persen per bulan sementara volume penjualan toko non-makanan turun 1,7 persen
Selain cuaca Inggris yang tidak dapat diprediksi, konsumen telah terpukul oleh inflasi tinggi yang mencapai hampir 7 persen bulan lalu, turun dari puncaknya sekitar 11 persen pada Oktober lalu tetapi masih yang tertinggi di antara negara-negara kaya dunia.
Namun, data bulan Juli hanya mewakili kedua kalinya volume penjualan turun dari bulan ke bulan sejauh ini di tahun 2023, menunjukkan ketahanan permintaan konsumen.