Berita

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo saat berpidato di Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD, 16 Agustus 2023/Repro

Publika

Media Sosial dalam Pidato Presiden

KAMIS, 17 AGUSTUS 2023 | 15:12 WIB | OLEH: YUDHI HERTANTO

BUKAN Lurah! Demikian Presiden menegaskan dirinya, dalam rangka pidato HUT ke-78 Republik Indonesia. Tampil dengan tutur rileks pada pendahuluan, presiden seolah mendekatkan diri pada isu politik yang trending, terkait kontestasi kepemimpinan nasional.

Sah-sah saja. Namun ada yang menarik, manalaka presiden memberikan titik tekan mengenai media baru, yakni media sosial.

Bagi presiden, media sosial menjadi sarana berkomunikasi yang efektif. Karena siapa saja, kini berbicara tentang apa saja. Dinyatakan pula dampak dari keberadaan media sosial, yakni kemarahan, ejekan, makian hingga fitnah. Lantas, kebebasan dan demokrasi menjadi ruang baru bagi pelampiasan kedengkian, melukai keluhuran budi pekerti.

Tulisan ini, merefleksikan kehidupan di dunia digital, yang kini menjadi laku kehidupan kita. Perlu disadari bila kemajuan modern, termasuk teknologi membawa serta semua konsekuensi.

Banyak hal positif, sebagaimana pula terdapat kondisi negatif. Seperti wajah dewa Janus bermuka dua, ada rupa berganda pada kedua sisi, bergantung bagaimana kita mempersepsikannya.

Temuan We are Social, 2023 sebuah lembaga internasional yang rutin melakukan pemeringkatan digital, menyebutkan bila jejaring internet telah dimanfaatkan lebih dari 77 persen populasi di Indonesia, dengan tujuan di antaranya mencari update informasi 82 persen. Di mana 60 persen populasi, atau sekurangnya 167 juta menggunakan sosial media, sebagai medium bertukar informasi.

Situasi ini, tentu tidak bisa dihindari. Dalam kajian McLuhan (1962), dengan kehadiran internet, kita menjadi bagian dari warga dunia, dimana konteks kehidupan seakan merupakan global village. Dengan tambahan penekanan dari Manuel Castells (1996), dinyatakan serupa network society yang saling terkait. Dengan realitas tersebut, kita beranjak untuk membangun peradaban baru bersama.

Benar bahwa dalam konsep media sosial, melahirkan era post truth, sebuah kondisi dari kombinasi berbagai hal, semisal: (i) polarisasi kepentingan, (ii) perangkap program algoritma dan (iii) hilangnya dimensi etik keberadaban. Tidak mengherankan bila Digital Civility Index hasil rating atas riset Microsoft, 2021 menempatkan kita pada bottom quartile, peringkat 29 dari 32 negara.

Apa penyebabnya? Semua kerentanan dalam risiko digital menyeruak dalam dunia virtual kita. Sebut saja, cyberbullying, hate speech, hoaxes, doxing dan berbagai tindakan agresif di kehidupan maya, menjadi makanan sehari-hari. Pertanyaan pentingnya, bagaimana hal itu bisa terjadi? Sebagian menyebutnya sebagai kegagapan adaptasi kehidupan digital, yang tidak diimbangi dengan kemampuan literasi.

Pada kajian lain, mengutip Tim Nichols dalam The Death of Expertise, 2018 menyoal tentang bagaimana peran serta para pakar, atau pihak yang memiliki kompetensi justru senyap dalam hiruk pikuk media sosial. Padahal, mereka memiliki obligasi moral untuk melakukan verifikasi sekaligus mengkonfirmasi fakta, bukan sekedar membiarkan half truth atau yang disebut kebenaran alternatif.

Di sisi yang berbeda, berdasarkan pengalaman berbagai momentum yang terhubung dengan pentas politik, seringkali kita menemukan praktik bersosial media secara buruk dipergunakan oleh para aktor politik. Hal ini, sekurangnya membuat perilaku elit tersebut merembes sekaligus mengental di tingkat publik. Penggunaan buzzer, bot, trolling hingga cyber army kemudian menguatkan perbedaan.

Perlu dipahami, sesungguhnya, media sosial menjadi public space, medium dan ruang dalam definisi territorial yang memungkinkan akses informasi terjadi secara cepat dan meluas.

Dalam posisi itu, public space semestinya didorong untuk menjadi public sphere, dimana percakapan dan interaksi komunikasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kerangka pengembangan kehidupan demokrasi.

Dengan demikian, peran platform penyedia media sosial, perlu dilibatkan dalam komitmen menjaga ruang demokrasi digital. Begitu pula pengambil keputusan, patut merumuskan regulasi yang menjamin kebebasan ekspresi dan pendapat dihargai.

Di saat bersamaan, publik maya atau netizen penting untuk diajak melalui persuasi yang bersesuaian, guna menjaga kejernihan peradaban digital.

Bagian terakhir yang menjadi teramat vital, yang juga dimuat dalam pidato Presiden adalah tentang bagaimana menciptakan apa yang disebut sebagai public trust, sebuah kepercayaan yang merupakan amanat kepada para pejabat publik.

Inilah tantangan maha berat, terlebih ketika berseliweran di layar kaca, para aktor berompi oranye tertangkap tangan untuk perilaku lancung korupsi.

Merdeka!

*Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya