Berita

Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay/RMOL

Politik

Koalisi Peduli Keterwakilan Perempuan Desak DKPP Ganti 7 Pimpinan KPU

SELASA, 15 AGUSTUS 2023 | 17:40 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Tuntutan aduan dugaan pelanggaran kode etik Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diajukan Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, intinya mendesak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengganti 7 pimpinan KPU.

Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay yang mewakili koalisi menyampaikan hal tersebut, usai menyerahkan berkas pengaduan di Kantor DKPP RI, Jalan KH. Wahid Hasyim, Gondangdia, Jakarta Pusat, Selasa (15/8).

Hadar menjelaskan, alasan koalisi ini mengadukan 7 pimpinan KPU RI karena dia nilai kinerja yang berjalan tidak sesuai peraturan perundang-undangan dan konstitusi.

"Kami menganggap bentuk kebijakan yang diambil ini sudah sangat serius. Dan penyelenggara Pemilu kita ini tidak bisa menjadi penyelenggara yang bekerja bertentangan dengan Undang-Undang, Konstitusi, berbohong, nggak bisa," ujar Hadar.

Dia menjelaskan, kebijakan serius yang dimaksud adalah terkait aturan pemenuhan keterwakilan 30 persen perempuan sebagai calon anggota legislatif (Caleg), yang tercantum dalam Peraturan KPU (PKPU) 10/2023.

"Yang kami adukan adalah KPU RI telah membuat Peraturan KPU (10/2023) khususnya di Pasal 8 ayat 2 huruf a," sambungnya.

Terkait peraturan itu, Hadar mengungkap isinya menyebutkan penghitungan keterwakilan 30 persen perempuan adalah pecahan desimal ke bawah.

"Apabila dua angka di belakang koma kurang dari 50, maka dibulatkan ke bawah," tambahnya memaparkan.

Akibat dari sikap ketidakkonsistenan KPU, yang menurut Hadar hanya mengklaim mengubah aturan tersebut menjadi pembulatan ke atas lantaran tidak dijalankan, maka dampaknya keterwakilan tidak terpenuhi.

"Setelah kami kaji dari pengumuman KPU, ternyata hampir 8.000 daerah pemilihan partai-partai politik yang mengajukan bakal calon (perempuan) itu kurang dari 30 persen," urai Hadar.

"Jadi, dampak dari peraturan yang bertentangan dengan Konstitusi dan UU Pemilu, serta kita semua dibohongi, itu telah berdampak sangat besar bagi kesempatan para perempuan untuk bisa menjadi calon-calon di Pemilu," tandasnya.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya