Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam/RMOL.
Kredibilitas Puspom Mabes TNI untuk mengusut tuntas aliran uang Dana Komando atau Dako dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023 sangat dipertaruhkan.
Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam. Dia mengatakan, Puspom TNI harus mengusut terkait adanya penyerahan uang fee 10 persen sebagai Dako dalam setiap nilai proyek pengadaan di Basarnas RI di bawah kepemimpinan Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi (HA) sebagai Kepala Basarnas periode 2021-2023.
"Saya lihat terkait adanya penyerahan uang
fee 10 persen dalam kasus Basarnas mesti diusut tuntas, jangan sampai nanti menguap begitu saja," ujar Saiful kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (6/8).
Karena menurut akademisi Universitas Sahid Jakarta ini, kasus yang menyeret dua prajurit TNI aktif, yakni Marsdya TNI Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto (ABC) menjadi perhatian publik, dan seluruh mata saat ini tertuju kepada Puspom Mabes TNI.
"Jangan sampai akan dapat menghancurkan kredibilitas Puspom TNI jika tidak dilakukan pengusutan sampai ke akar-akarnya. Publik menyimak betul, terkait
fee 10 persen pengadaan barang dan jasa di Basarnas sejak kurun waktu 2021-2023. Dana komando harus jelas ke mana saja, mengalir ke mana saja, apakah ke Basarnas saja atau justru ada aliran ke masyarakat sipil," kata Saiful.
Dia menilai, pengusutan tersebut menjadi kerja berat Puspom TNI untuk mengungkapnya. Karena, jangan sampai Puspom TNI dinilai tidak serius dalam mengungkap itu semua.
"Ini kan pertaruhan kredibilitas Puspom TNI ya, jadi mereka harus mendengar harapan publik terkait pengungkapan kasus yang melibatkan Kabasarnas, semua harus diungkap termasuk aliran uangnya ke mana saja, itu menjadi hal sangat penting yang dibutuhkan publik," pungkas Saiful.
Seperti diberitakan, Rabu (26/7), KPK resmi mengumumkan lima tersangka, usai kegiatan tangkap tangan dengan meringkus 11 orang di Jakarta dan Bekasi.
Kelima tersangka itu adalah Henri Alfiandi (HA, Kepala Basarnas RI periode 2021-2023), Afri Budi Cahyanto (ABC, Koorsmin Kabasarnas RI), Mulsunadi Gunawan (MG, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati/MGCS), Marilya (MR, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati/IGS), dan Roni Aidil (RA, Dirut PT Kindah Abadi Utama/KAU).
KPK telah menahan tiga tersangka yakni Marilya, Roni Aidil, dan Mulsunadi Gunawan. Sedangkan untuk dua tersangka lain, yakni Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto, selaku penerima suap, sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Puspom Mabes TNI pada Senin (31/7).
Dalam perkara itu, Henri Alfiandi melalui orang kepercayaannya, Afri Budi Cahyanto, diduga menerima suap dengan istilah Dako senilai Rp88,3 miliar dari sejumlah proyek di Basarnas RI sejak 2021-2023.
Khusus pengadaan 2023, Henri diduga menerima suap sebesar Rp5.099.700.000, merupakan
fee 10 persen dari tiga proyek pengadaan, yakni peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar,
Public Safety Diving Equipment dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar, dan ROV untuk KN SAR Ganesha (
multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.
Untuk teknis penyerahan uangnya, Mulsunadi Gunawan memerintahkan Marilya menyiapkan dan menyerahkan uang sebesar Rp999,7 juta secara tunai di parkiran salah satu bank di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur. Sedangkan Roni Aidil menyerahkan uang Rp4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank.
Dari penyerahan uang itu, perusahaan Mulsunadi Gunawan dan Marilya ditetapkan sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan TA 2023. Sedangkan perusahaan Roni Aidil jadi pemenang tender untuk proyek pengadaan
Public Safety Diving Equipment dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (
multiyears 2023-2024).