Berita

Puing-puing bangunan yang dibakar dan dirusak massa di desa Khumujamba di pinggiran Churachandpur, di daerah yang dilanda kekerasan di negara bagian Manipur, India timur laut/Net

Dunia

Kekerasan di Manipur adalah Konflik Etnis, Bukan Agama

JUMAT, 04 AGUSTUS 2023 | 01:50 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Wilayah Manipur, India menjadi sorotan dunia internasional dalam beberapa pekan terakhir menyusul ketegangan antar etnis yang berujung pada tindakan pelecehan dan kekerasan terhadap dua orang perempuan.

Manipur adalah negara bagian di India Timur Laut yang sering disebut sebagai "Gerbang ke Timur" India. Ia memiliki luas 22.327 km persegi dan dihuni sekitar 3 juta orang.

Selama bertahun-tahun, wilayah bekas kerajaan kuno itu telah menyaksikan kekerasan dan kerusuhan berdasarkan garis etnis, masalah yang berakar pada kemerdekaan India pada Agustus 1947.


Sejak berakhirnya pemerintahan Inggris, mulai bermunculan tuntutan untuk membentuk unit administrasi terpisah atau daerah otonom.

Tuntutan yang saling bertentangan dan adanya persaingan untuk menguasai sumber daya alam diperburuk oleh adanya kelompok-kelompok politik seperti Front Pembebasan Nasional Bersatu (UNLF), sebuah kelompok Marxis bersenjata yang aktif sejak 1965, dan yang mendukung tentara Pakistan pada 1971 selama serangannya ke Bangladesh, bersamaan dengan Genosida Bangladesh yang menewaskan sebanyak 3 juta orang.

UNLF berusaha untuk mendirikan Manipur sebagai negara sosialis yang merdeka.

Yang juga aktif adalah Tentara Rakyat Manipur (MPA), awalnya dibentuk pada Februari 1987 sebagai sayap bersenjata UNLF. Tujuan mereka pada dasarnya sama dengan UNLF, meskipun sikap politiknya didasarkan pada ideologi komunis Mao Tse Tung.

Meskipun selama ini ada anggapan bahwa ketegangan itu berlandaskan agama, ternyata tidak demikian, dan bisa dipastikan ketegangan itu berakar pada etnis.

Misalnya, bentrokan yang sering pecah antara suku Meitei - yang merupakan lebih dari separuh populasi Manipur - dengan suku Naga. Meitei, yang tinggal di wilayah lembah Imphal Manipur menganggap Naga, yang tinggal di perbukitan, sebagai ancaman terus-menerus terhadap hak atas tanah mereka.

Yang juga sering berbenturan dengan Meitei adalah penduduk asli Kuki yang menuntut otonomi teritorial. Meitei telah memperingatkan bahwa putusnya Manipur tidak perlu dipertanyakan lagi.

Sementara Meitei menuntut status Scheduled Tribe atau Kasta Terdaftar, di bawah konstitusi India, sebuah instrumen yang memungkinkan percepatan pembangunan sosial-ekonomi suku-suku asli untuk membantu mereka mengatasi keterbelakangan sosial, pendidikan, dan ekonomi yang ekstrem.

Suku-suku itu sendiri menentang hal ini dengan alasan bahwa pemberian status semacam itu dapat mengakibatkan Meitei yang lebih unggul secara numerik merambah tanah leluhur mereka.

Meitei merasa prihatin tentang apa yang mereka anggap sebagai pertumbuhan populasi yang "tidak normal" di perbukitan. Imigrasi ilegal dari Myanmar juga mengobarkan api.

Video mengejutkan muncul pada bulan Mei tahun ini yang menunjukkan serangan ketika dua wanita Kuki diarak telanjang oleh pria Meitei tak lama setelah desa mereka dibakar habis.

Menyusul berita penyerangan tersebut, Perdana Menteri Narendra Modi mengatakan insiden tersebut telah mempermalukan India dan bahwa tidak ada kesalahan yang akan diampuni.

Sedikitnya 130 orang tewas, termasuk seorang anak laki-laki berusia dua bulan dan seorang pria berusia 104 tahun. Lebih dari 400 orang terluka dalam putaran kekerasan terakhir ini, dan sekitar 60.000 orang dilaporkan telah mengungsi.

Sebanyak 349 gereja, sekolah, dan lembaga lainnya telah hancur atau rusak.

Pada tanggal 26 Juli baku tembak dilaporkan terjadi di distrik Moreh Manipur antara polisi dan militan.

Pemerintah India telah mengerahkan 40.000 tentara, pasukan paramiliter dan polisi ke wilayah tersebut untuk menstabilkan situasi. Jam malam telah diberlakukan, dan layanan internet ditangguhkan.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya