Berita

Sejumlah tokoh tergabung dalam petisi 100 dan mendesakl pemakzulan Presiden Joko Widodo/Net

Publika

Prospek Pemakzulan

JUMAT, 21 JULI 2023 | 08:03 WIB | OLEH: DR. IR. SUGIYONO, MSI

SEBANYAK 100 orang tokoh dari sebagian masyarakat menandatangani petisi. Tokoh-tokoh tersebut berasal dari militer (purnawirawan?), ulama, emak-emak, cendikiawan, dan aktivis.

Sebagian dari mereka datang melakukan audisi ke Gedung MPR dan diterima oleh Tamsil Linrung dari DPD per 20 Juli 2023. Mereka meminta MPR segera bersidang untuk memberhentikan Presiden Joko Widodo, sebelum masa jabatan presiden berakhir.

Alasan pemberhentian tersebut adalah pertama, presiden lebih dominan mengutamakan melayani kepentingan oligarki dibandingkan rakyat banyak. Kedua, Presiden menjadikan hukum sebagai kepanjangan tangan dari kepentingan politik praktis.

Ketiga, perekonomian mengalami kegagalan, di mana utang luar negeri sangat besar, investasi stagnan, rakyat semakin miskin, oligarki semakin kaya. Keempat, terjadi pelanggaran HAM berat dan pemerintah menuduh TNI melakukan pelanggaran HAM berat tahun 1965-1966.

Kelima, Presiden ikut campur tangan pada proses pencapresan 2024.

Berbagai usaha untuk memakzulkan Joko Widodo sebagai presiden bukanlah masalah yang pertama kali terjadi. Sejak awal pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla pun, ketika tahun pertama telah muncul persoalan keinginan untuk memakzulkan.

Akan tetapi alasan pemakzulan berbeda. Sekarang ini diawali oleh pembangkitan people power dan terakhir menjadi petisi 100.

Dewasa ini jumlah anggota DPD sebanyak 136 anggota. Jumlah anggota DPR RI sebanyak 575 anggota. Jadi, jumlah anggota MPR RI sebanyak 711 anggota.

Berdasarkan Pasal 7B ayat (1) dari UUD 1945 hasil Amandemen, disebutkan bahwa usul pemberhentian presiden dan/atau wapres dapat diajukan oleh DPR kepada MPR.

Artinya, pengusul pemakzulan hanya dilakukan oleh DPR, bukan oleh DPD.

UUD 1945 sama sekali tidak memberikan kewenangan kepada DPD untuk dapat mengusulkan pemberhentian presiden dan/atau wapres kepada MPR (Pasal 22D).

Artinya, berdasarkan tinjauan aspek hukum semata, maka audisi petisi 100 itu seharusnya bukan kepada DPD, terlebih pada masa reses, melainkan kepada DPR RI.

Dari aspek politis, DPR hanya dapat secara sah untuk mengusulkan pemakzulan, hanya jika mendapat dukungan minimal dari 2/3 anggota yang hadir pada sidang paripurna dan dihadiri dari minimal 2/3 anggota DPR.

Sekalipun berandai-andai secara ekstrem telah terjadi pengusulan suara dari PKS, Demokrat, dan Nasdem sebanyak total 25,03 persen dari suara DPR RI, maka sungguh amat sangat sulit terjadi peristiwa usulan pemakzulan dapat muncul dari DPR RI.

Di samping itu, Mahkamah Konstitusi (MK) yang dapat memutus pendapat DPR. Namun, MK hanya dapat memutus untuk pelanggaran yang sama sekali bukan untuk penggunaan kelima alasan tersebut di atas.

Artinya, prospek manuver politik pemakzulan formal masih sangat jauh dari keberhasilan, jika mengacu UUD 1945.

Peneliti Institute for Development for Economics and Finance (Indef); pengajar Universitas Mercu Buana

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya