Bendungan Renaisans Besar Ethiopia (GERD)/Net
Setelah ketegangan dan perselisihan bertahun-tahun dialami Mesir dan Ethiopia, keduanya akhirnya kini mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa atas mega-bendungan kontroversial Ethiopia di Sungai Nil.
Dalam sebuah terobosan yang signifikan, kedua negara itu sepakat untuk menyelesaikan perundingan dalam waktu empat bulan.
Mengutip
New Arab, Jumat (14/7), bendungan Renaisans Besar Ethiopia (GERD), proyek senilai 4,2 miliar dolar (Rp 62 triliun) telah menjadi sumber perselisihan regional sejak dimulainya pembangunannya pada tahun 2011, di mana Mesir khawatir bahwa bendungan tersebut akan memangkas pasokan air yang menjadi haknya dari Sungai Nil.
Namun, dalam pernyataan bersama yang diterbitkan oleh kepresidenan Mesir menyatakan bahwa kedua negara setuju untuk memulai negosiasi yang dipercepat guna mencapai kesepakatan antara mengenai pengisian dan pengoperasian bendungan dalam waktu empat bulan.
"Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed telah bertemu di Kairo untuk membahas langkah-langkah untuk mengatasi kebuntuan dalam perundingan mengenai GERD," bunyi pernyataan dari kepresidenan Mesir.
Pertemuan antara kedua pemimpin tersebut berlangsung dalam konteks pertemuan puncak para pemimpin Afrika, di mana negara tetangga Sudan yang tengah dilanda perang, dan terpengaruh dalam bendungan itu juga hadir.
Meski Sudan tidak secara langsung terlibat dalam pembicaraan antara Sisi dan Ahmed. Namun, Mubarak Ardol, seorang mantan pemimpin pemberontak yang dianggap sebagai sekutu dekat tentara Sudan, mengirimkan dukungannya melalui cuitan di media sosial untuk kesepakatan awal mengenai GERD.
"Meskipun kami tidak hadir, kami sepenuhnya mendukung pernyataan bilateral mengenai GERD ini. Sudan pasti akan segera bergabung dalam perjanjian trilateral tanpa mediator luar," tulisnya.
Sejauh ini, perundingan yang telah berlangsung sejak 2011 mengenai pengisian dan pengoperasian bendungan tersebut telah mengalami kemacetan dan tidak menghasilkan kesepakatan antara Ethiopia, Mesir, Sudan, dengan Kairo sendiri telah lama melihat GERD sebagai ancaman eksistensial karena 97 persen pasokan airnya bergantung pada Sungai Nil.
Sementara itu, bendungan itu tetap menjadi fokus pembangunan Ethiopia. Pada Februari 2022, Addis Ababa mengumumkan bahwa GERD telah mulai menghasilkan energi listrik tenaga air untuk pertama kalinya.
Dengan adanya kesepakatan yang diupayakan dalam empat bulan ke depan ini, sengketa atas bendungan tersebut diharapkan dapat diselesaikan secara damai, dan menguntungkan semua pihak yang terlibat.