Berita

Presiden Prancis, Emmanuel Macron/Net

Dunia

Ancam Tutup Akses Medsos, Macron Dikritik Otoriter

KAMIS, 06 JULI 2023 | 06:05 WIB | LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN

Peringatan Presiden Emmanuel Macron untuk menghentikan akses media sosial demi meredakan kerusuhan di Prancis menjadi bumerang. Pasalnya langkah tersebut dinilai otoriter.

Kritikus mengatakan mempertimbangkan tindakan seperti itu akan menempatkan Prancis di samping negara-negara otoriter seperti China, Rusia, Iran, dan Korea Utara.

"Negara dengan hak asasi manusia untuk warga negara tidak dapat menyelaraskan dirinya dengan demokrasi besar China, Rusia dan Iran," cuit pemimpin Partai Sosialis, Olivier Faure di Twitter pada Rabu (5/7).

Pendapat senada juga disampaikan oleh Olivier Marleix, politisi dari kanan-tengah Les Republicains, seperti dimuat The Guardian.

“Hentikan media sosial? Seperti Cina, Iran, Korea Utara? Bahkan jika itu adalah provokasi untuk mengalihkan perhatian, rasanya sangat tidak enak," ucapnya.

Peringatan Macron untuk menutup akses media sosial muncul ketika banyak menteri menyalahkan anak muda menggunakan Snapchat dan TikTok untuk mengorganisir kerusuhan.

"Kita perlu memikirkan masalah media sosial dan larangan yang berlaku. Jika situasinya memburuk, kami mungkin perlu mengatur dan mematikannya," kata Macron selama pertemuan dengan lebih dari 250 walikota pada Selasa (4/7).

Kendati begitu, pejabat kepresidenan di Elysee berdalih, Macron tidak mengancam untuk menutup akses media sosial secara total, melainkan ditangguhkan sesekali dan sementara.

“Presiden berpikir kita harus merenungkan tentang penggunaan jaringan media sosial dan dasar apa yang mungkin ada untuk pelarangan atau tindakan administratif pada akhirnya," kata sumber di Elysee.

Kerusuhan yang melanda Prancis terjadi sejak 26 Juni, dipicu oleh kematian remaja 17 tahun keturunan Aljazair-Maroko, Nahel Merzouk, yang ditembak oleh polisi setelah diduga melanggar lalu lintas di Nanterre, pinggiran Paris.

Kematian Nahel memicu kemarahan warga yang menduga adanya rasisme di tubuh kepolisian. Aksi protes kemudian berubah menjadi kerusuhan di berbagai kota di Prancis.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Melalui Rembug Ngopeni Ngelakoni, Luthfi-Yasin Siap Bangun Jateng

Minggu, 02 Februari 2025 | 05:21

PCNU Bandar Lampung Didorong Jadi Panutan Daerah Lain

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:58

Jawa Timur Berstatus Darurat PMK

Minggu, 02 Februari 2025 | 04:30

Dituding Korupsi, Kuwu Wanasaba Kidul Didemo Ratusan Warga

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:58

Pelantikan Gubernur Lampung Diundur, Rahmat Mirzani Djausal: Tidak Masalah

Minggu, 02 Februari 2025 | 03:31

Ketua Gerindra Banjarnegara Laporkan Akun TikTok LPKSM

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:57

Isi Garasi Raffi Ahmad Tembus Rp55 Miliar, Koleksi Menteri Terkaya jadi Biasa Saja

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:39

Ahli Kesehatan Minta Pemerintah Dukung Penelitian Produk Tembakau Alternatif

Minggu, 02 Februari 2025 | 02:18

Heboh Penahanan Ijazah, BMPS Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus Sekolah Swasta

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:58

Kecewa Bekas Bupati Probolinggo Dituntut Ringan, LIRA Jatim: Ada Apa dengan Ketua KPK yang Baru?

Minggu, 02 Februari 2025 | 01:42

Selengkapnya