Tudingan Novel Baswedan dalam pembicaraan dengan Bambang Widjojanto di podcast miliknya bahwa mantan penyidik KPK memiliki transaksi Rp300 miliar ternyata fitnah.
Ketua Umum Forum Generasi Milenial Indonesia (FGMI), Muhamad Suparjo mengungkapkan bahwa sebenarnya mantan Kasatgas penyidik KPK yang dimaksud Novel ialah AKBP Tri Suhartanto, merupakan penyidik yang menangani kasus korupsi Mardani Maming.
"Pernyataan Novel itu tidaklah benar, seharusnya dia jelaskan juga pokok perkara yang sebenarnya seperti apa agar tidak terus menerus berkesan menggiring opini buruk tentang internal KPK,” kata Muhamad Suparjo kepada wartawan di Jakarta, Senin (3/7).
Suparjo menjelaskan, saat yang bersangkutan menangani perkara Maming, terjadi unjuk rasa di KPK agar penyidik yang menangani perkara tersebut dipecat dari KPK karena AKBP Tri Suhartanto yang menuntaskan perkara Maming.
Lalu saat itu, Mardani Maming mengajukan pra peradilan dengan menunjuk Bambang Widjojanto sebagai penasihat hukum. Gugatan penetapan tersangka oleh KPK lewat pra peradilan kalah, Mardani Maming kemudian divonis 10 tahun penjara.
Tidak sampai disitu, Maming lalu mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi, namun justru putusan banding Pengadilan Tinggi Banjarmasin malah memvonis Maming 12 tahun dengan denda Rp500 juta dan uang pengganti Rp108 miliar.
"Jadi kita harus runut dari bawah awal mula perkaranya agar tidak terjadi fitnah seperti yang Novel sampaikan di podcastnya bersama Bambang Widjojanto (BW),” ungkap Suparjo.
Selanjutnya, Suparjo membantah pernyataan Novel bahwa penyidik yang dimaksud tidak diperiksa dan lalu mengundurkan diri begitu saja dari KPK.
"Pernyataan Novel itu lagi-lagi tidak benar. Faktanya penyidik tersebut telah diperiksa oleh Dewas KPK, namun tidak ditemukan pelanggaran, dan ia mengajukan permohonan kembali ke Polri. Jadi KPK bukan membiarkan begitu saja, tapi semua sesuai prosedur,” ungkap Suparjo.
"Jadi jelas tidak benar apa yang dimaksudkan oleh Novel terkait transaksi mantan penyidik KPK sebesar Rp300 miliar itu. Karena tidak ditemukan pelanggaran oleh Dewas KPK setelah dilakukan pemeriksaan terhadap penyidik yang dimaksud,” tambahnya.
Oleh karenanya, Suparjo menyayangkan terkait pernyataan-pernyataan Novel Baswedan yang selalu menyerang personal Pimpinan KPK. Mulai dari putusan MK, dan yang terbaru terkait transaksi Rp300 miliar ini.
"Jika ditelusuri pernyataan Novel ini selalu tendensius terhadap Pimpinan KPK dalam hal ini. Soal putusan MK dia anggap politis padahal jelas MK memutuskan perpanjangan jabatan melalui prosedur dari gugatan Wakil Ketua KPK. Dan yang terbaru terkait dugaan transaksi Rp300 miliar ini yang tanpa ia jelaskan pokok perkara yang sebenarnya,” beber Suparjo.
Namun di sisi lain, kata Suparjo, Novel Baswedan tidak pernah kritis terhadap hal-hal lain yang masuk pada pembahasan perkara di KPK. Seperti kasus Formula E yang tidak pernah disinggung, lalu tidak pernah mengkritisi terkait pelaporan 200 Laporan Hasil Audit (LHA) PPATK di Kementrian Keuangan RI dengan nilai Rp249 triliun.
"Nah, yang saya heran kenapa Novel tidak kritis terhadap kasus Formula E?. Dugaan saya isu yang selama ini Novel sebar terkait Pimpinan KPK semata-mata untuk menutupi kasus Formula E. Bisa jadi kan? ujar dia curiga.
Untuk itu, Suparjo meminta, selaku ASN Polri dan juga penegak hukum, Novel Baswedan tidak seharusnya asal bicara atau menyebar fitnah, karena dapat melanggar kode etik Kepolisian. Jika terus menerus seperti itu seharusnya Komisi Aparatur Sipil Negara melakukan pemeriksaan atas perilaku Novel Baswedan selaku ASN.
"Novel ini kan ASN, statusnya sama dengan pegawai KPK yaitu penegak hukum hanya berbeda institusi saja. Seharusnya yang dilakukan Novel adalah bersinergi dengan KPK yang sama-sama penegak hukum bukan malah asal bicara dengan menebar isu dan fitnah dan prasangka buruk terhadap sesama penegak hukum yang dalam hal ini adalah KPK,” pungkas Suparjo.