Ilustrasi lahan sawit/Net
Kebijakan pemerintah memutihkan alias melegalkan 3,3 juta hektare lahan perkebunan sawit yang berada di dalam kawasan hutan dipertanyakan.
Komunikolog politik dan hukum nasional, Tamil Selvan mengatakan bahwa kebijakan tersebut akhirnya menimbulkan spekulasi bahwa keputusan pemerintah tersebut erat kaitannya dengan pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
“Tentu jadi pertanyaan publik, mengapa baru sekarang (kebijakan tersebut diambil) yang nota bene hitungan bulan kita akan Pemilu di 2024 lalu pemerintah mengeluarkan kebijakan itu,” kata Tamil kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (28/6).
Di sisi lain, menurut Tamil, dengan kebijakan ini justru membuat kepercayaan investor terhadap pemerintah menurun lantaran dianggap Indonesia bukan lagi sebagai negara hukum.
“Karena mudah sekali perbuatan yang ilegal lalu kemudian dilegalkan dengan narasi seolah-olah negara tidak punya pilihan lain. Dan negara terdesak dengan perbuatan ilegal ini,” kata Tamil.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah terpaksa akan memutihkan 3,3 juta hektare (ha) kebun sawit yang berada di dalam kawasan hutan. Langkah tersebut mengacu pada Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
"Ya mau kita apakan lagi, masa mau kita copot ya kan enggak, logika kamu saja, ya kita putihkan. Terpaksa," kata Luhut saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (23/6).
Adapun pasal yang dipakai dari UU Cipta Kerja yang dimaksud Luhut adalah Pasal 110 A dan 110 B. Dalam beleid ini, perusahaan yang kegiatan usahanya sudah terbangun di wilayah hutan produksi, bisa mengajukan pelepasan atau pemutihan.