Berita

Gatot Nurmantyo dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)/Net

Publika

Gatot Nurmantyo, SBY, dan Demokrasi Kita

SELASA, 27 JUNI 2023 | 18:23 WIB | OLEH: DR. SYAHGANDA NAINGGOLAN*

SBY telah menulis artikel dengan judul "The President Can Do No Wrong: Pilpres 2024 dan Cawe-Cawe Presiden Jokowi". Artikel ini menyebar massif di media sosial.

Sebenarnya SBY menulisnya pada tanggal 18 Juni, namun baru beberapa hari terakhir ini marak dibahas. Kompas online, misalnya, menurunkan bahasan atas artikel ini pada 27/6, dengan judul "Saat SBY Turun Gunung Bela Jokowi Soal 'Cawe-cawe' Pemilu 2024, Tapi Juga Wanti-wanti".

Dalam artikelnya tersebut memang SBY terlihat "bermain aman", mengatakan cawe-cawe itu tidak masalah, namun memberi "warning" atau "nasihat keras" agar cawe-cawe tidak menyelewengkan kekuasaannya dalam menjatuhkan Anies Baswedan.


Alasan SBY mengambil sikap tengah itu menurutnya karena sebagai Jawa dia memahami arti cawe-cawe, ketimbang orang luar Jawa. Dalam Bahasa Jawa, cawe-cawe adalah bahasa netral, tergantung dalam kalimat lengkapnya.

Ada 5 poin yang dibahas SBY dalam artikel tersebut, yakni 1) Tentang makna cawe-cawe Jokowi, 2) Informasi Jokowi menghendaki hanya ada dua capres, 3) Jokowi benci Anies, 4) Endorsement Jokowi pada Ganjar dan Prabowo, 5) Jokowi penentu final yang harus diusung parpol.

Dari 5 poin itu, SBY secara hati-hati bersikap, bahwa meskipun Jokowi bisa berdebat soal etik, soal tidak melanggar hukum, soal hak dia mengarahkan keberlanjutan kekuasaannya, soal hak Jokowi benci Anies dan lainnya, namun Jokowi harus taat pada hukum dan demokrasi.

Menurut SBY, jika menyingkirkan Anies dengan cara tak wajar, baik mengkriminalisasi Anies maupun melumpuhkan parpol pendukung Anies, maka demokrasi akan hancur.

SBY meyakini fakta sosial adanya keterbelahan rakyat antara yang pro status quo maupun pro perubahan. Keduanya menurut SBY punya hak untuk dikontestasikan.

Kita menghormati SBY dalam melakukan kritik terhadap Jokowi. Sebagai Jawa (seperti dituliskannya di halaman pertama) mungkin dia tepat melakukan kritik seperti itu. SBY selalu mengartikan demokrasi kita bukan liberalis, tapi harus bertata krama.

Berbeda dengan SBY adalah Gatot Nurmantyo. Meskipun dia Jawa Solo, yang seharusnya lebih lembut dari SBY, namun Gatot lantang dan menyerang rezim Jokowi dalam urusan demokrasi, pilpres dan berbagai kebijakan Jokowi lainnya, seperti urusan militer, bansos, hak asasi manusia, dan lain-lain.

Dalam orasi "Oke, Ganti Baru", di hadapan seratusan tokoh-tokoh pada 21 Juni lalu di Jakarta, sebagaimana dimuat Refly Harun Channel, Gatot menyerang elite-elite penguasa telah menyingkirkan rakyat dan suara rakyat demi kepentingan elite itu sendiri. Para elite yang berkuasa hanya memperkaya diri dan berpikir bagaimana anak dan cucunya bisa hidup terus dalam kekuasan.

Meskipun tidak menyinggung nama Jokowi dalam pidatonya, Gatot mengatakan upaya pelanjutanan kekuasaan oleh rezim, untuk Prabowo ataupun Ganjar, dapat dipersepsikan dimaksudkan ada kekuasaan Jokowi di dalamnya.

Gatot mencela penyingkiran Anies Baswedan atau upaya kekuasaan hanya mendukung Prabowo atau Ganjar saja, sebagai kejahatan demokrasi. Jika hanya wakil kekuasaan sekarang yang boleh berkompetisi, bagaimana nasib kekuasaan ke depan? Bagaimana mereka berkuasa tanpa legitimasi suara rakyat oposisi, yang jumlahnya bisa di atas 50% saat ini?

Gatot kemudian mengimbau tentara tidak diam saja. Sebab, tentara adalah anak kandung rakyat secara historis. Jika rakyat disingkirkan, menurut Gatot, saatnya tentara menunjukkan baktinya melindungi rakyat.

Kita telah melihat Gatot dan SBY secara terbuka menunjukkan keberpihakannya pada demokrasi. Demokrasi maksudnya di sini adalah sejatinya demokrasi, bukan pseudo demokrasi atau kepura-puraan. Meskipun keduanya tumbuh dalam lingkungan militer dan mencapai puncak kepemimpinan sebagai militer, keberpihakan mereka atas demokrasi akan menjadi contoh baik bagi bangsa kita ke depan.

Contoh apa? Contoh untuk tidak menuhankan kekuasaan. Contoh untuk tidak menyandera kekuasaan seperti kerajaan. Contoh untuk memberi kesempatan bagi rakyat memilih pemimpin secara bebas dan adil.

Tentu saja tugas menjadikan demokrasi itu sesuai aslinya, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat bisa terwujud, memerlukan kerja keras. Plutokrasi, yang disinggung dalam artikel SBY, telah berlangsung pesat saat ini.

Orang-orang kaya menguasai semua kekuasaan. Hal ini harus kita tertibkan. Gatot Nurmantyo mendorong agar cendekiawan, ulama dan militer mengambil alih lagi pengelolaan kekuasaan. Itu harus dikejar terus.

Penutup

Jenderal (Purn) SBY dan Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo adalah tokoh militer yang getol memperjuangkan tegaknya demokrasi di Indonesia. Demokrasi itu bukan pseudo demokrasi, melainkan demokrasi sejati.

Plutokrasi harus ditumbangkan. Cendekiawan, ulama, dan tentara harus bersatu mengelola negara, agar cita-cita proklamasi berkelanjutan.

Namun, nasib masa depan bangsa ini merupakan komitmen bersama dan pengorbanan. Kita harus bersama mendukung tegaknya demokrasi itu. Kita harus selamatkan suara oposisi yang berkisar atau lebih dari 50% saat ini.

Kita harus pastikan capres-cawapres jangan hanya versi atau keinginan Jokowi saja. Anies Baswedan tidak boleh dijegal. Parpol pendukung Anies tidak boleh dibegal. Demokrasi harus diselamatkan.

*Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya