Berita

Ilusrasi Komisi Pemberantasan Korupsi/RMOL

Publika

Etika Deontologi Mencegah Korupsi

OLEH: BOEDIJONO*
MINGGU, 25 JUNI 2023 | 21:59 WIB

SEPERTI bandit yang tak pernah jera melanggar hukum, koruptor di negeri ini dari hari ke hari semakin marak menggerogoti uang negara. Satu demi satu pejabat divonis. Vonisnya memang bervariasi. Ada yang diputus bebas, ada yang ringan, bahkan ada vonis yang memberatkan.

Namun demikian syahwat melahap dana negara tak pernah surut. Disemua jenjang birokrasi ada korupsi. Prof. Dr. Mahfud MD, menyebutkan, bahwa korupsi di Indonesia di semua arah. Atas ada korupsi, bawah ada korupsi, belakang ada korupsi, depan ada korupsi, kanan ada korupsi, kiri ada korupsi.

Pejabat itu telah kehilangan urat malu, bahkan murupakan kebanggaan. Simaklah, pejabat birokrasi menduduki jabatan “basah” dianggap sebagai keberhasilan. Bahkan dimasyarakat tertentu sudah mengidentikkan, bahwa hasil korupsi sebagai berkah.


Bagi birokrasi sendiri tahu, bahwa Gaji PNS tidak cukup untuk membeli rumah, mobil dan rekreasi keluarga secara bersamaan. Apabila ada PNS yang bekerja belum 5 tahun, namun sudah bisa menikmati hal tersebut, dianggap kesuksesan.

Dalam sejarah hukum di Indonesia, istilah korupsi sudah dikenal dalam Peraturan Penguasa Perang Pusat No. Prt/Peperpu/013/1958 terkait usaha pemberantasan korupsi, yang kemudian dituangkan dalam UU No. 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan korupsi, yang akhirnya digunakan dalam UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Korupsi.

Saat ini, korupsi telah mendapat perhatian dunia sehingga semua negara berkepentingan untuk memberantasnya. Konvensi PBB Antikorupsi telah ditandatangani pada Konferensi Tingkat Tinggi PBB pada tanggal 9-11 Desember 2003 di Merida, Mexiko pada tahun 2003.

Konferensi ini melibatkan 141 negara, dan Indonesia sudah meratifikasikan Konvensi Antikorupsi pada 18 April 2006 melalui UU 7/2006. Konvensi tersebut bertujuan untuk meningkatkan dan memperjuangkan tinndakan pencegahan dan pemberantasan korupsi secara lebih efektif dan efisien; juga untuk meningkatkan dan memudahkan serta mendukung kerjasama internasional dan bantuan teknis dalam upaya mencegah korupsi.

Birokrasi yang melakukan tindakan korupsi, dianggap melanggar hukum pidana, namun perilaku kearah korupsi atau perilaku yang berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi, dianggap melanggar etika. Etika birokrasi merupakan salah satu perangkat kontrol terhadap penyelenggaraan terhadap tugas pokok, fungsi dan kewenangannya.

Etika birokrasi, berarti perilaku birokrasi diukur dengan kondisi baik dan buruk bukan salah dan benar. Konsekuensi dari etika birokrasi ini, karena perspektifnya, bahwa birokrasi telah menyimpang dari keadaan yang seharus.

Responsibility

Birokrasi ataupun pejabat dianggap bertanggung jawab diukur dari tiga kriteria (1) Bertanggung jawa sesuai tupoksinya. Secara yuridis formal memang sudah diataur sedemikian rupa. Tanggung jawab versi ini, berarti pejabat tersebut bisa membedakan antara kepentingan umum dan kepentingan pribadinya atau kelompoknya. (2) Bertanggung jawab sesuai kopetensinya.

Disinilah sebenarnya etika profesi dijalankan. Baik-buruk, pantas-tidak pantas, kompeten-tidak kompeten. (3) Responsible atau kepekaan, keperdulian dan empati terhadap masyarakat yang dilayaninya.

Etika Deontologi merupakan cabang etika yang didasarkan pada kewajiban atau sesuai dengan yuridis formal yang berlaku. Menurut teori ini beberapa prinsip moral itu bersifat mengikat betapapun akibatnya menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak baik. Tantangan dalam penerapan Deontologi adalah membedakan mana yang tugas, kewajiban, hak, prinsip yang didahulukan.
 
Disinilah sebenarnya, kemampuan atau keengganan birokrasi atau para pejabat yang memiliki kewenangan, berpotensi melakukan tindakan korupsi karena keengganan membedakan kepentingan negara atau masyarakat secara umum, kepentingan tugas dan kewajiban.

Faktor mana yang harus didahulukan, terkalahkan oleh syahwat ingin memiliki atau memperkaya diri. Kadang-kadang orang ingin eksis karena kekayaan, karena jabatan, karena kekuasaan. Namun jarang atau masih sedikit, orang ingin eksis karena kebersihan dan karena kebaikan.

Selain itu, hukuman bagi koruptor perlu dibuat lebih berat. Di luar hukuman penjara, denda superbesar barangkali akan lebih efektif. RUU Perampasan Aset, masih tarik ulur antara kepentingan yang terusik kepemilikan pribadinya, yang pantas diduga sebagai hasil tindak pidana korupsi, dengan kepentingan Kesejahteraan Umum.

Mungkin banyak pejabat tak jera masuk penjara, tapi lebih takut jatuh miskin. Maka perlu terobosan hukum untuk "memiskinkan" pejabat yang terbukti korupsi. Harta mereka harus disita untuk negara.

Dengan kiat memiskinkan koruptor itu mungkin negeri ini bakal selamat dari kerakusan para "mafioso" mengisap uang negara. Hanya cara ekstrem yang mampu menangkal kejahatan korupsi yang sudah luar biasa ini.
*Penulis adalah Dosen FISIP Universitas Jember

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya