Jururunding GAM, Munawar (tengah) saat menjadi pembicara pada diskusi publik 'Kilas Balik Peristiwa Rumoh Gudong'/RMOLAceh
Situs peninggalan Rumoh Geudong harus dijadikan sebagai sarana pendidikan. Dengan demikian, Indonesia dan dunia tahu bahwa tragedi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) pernah terjadi pada masa konflik di Aceh.
Demikian disampaikan Jururunding Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Munawar Liza Zainal Munawar saat diskusi bertajuk 'Kilas Balik Peristiwa Rumoh Gudong' yang digagas oleh Forum Komunikasi Generasi Muda Pidie (Fokusgampi) di Banda Aceh, Sabtu malam (24/6).
"Sebagai tempat dunia bisa belajar bahwa di Aceh pernah terjadi kekerasan yang tidak masuk akal dan negara tidak menbolehkan kekerasan itu tapi dilakukan," kata Munawar diberitakan
Kantor Berita RMOLAceh, Minggu (25/6).
Menurut dia, perdamaian di Aceh tidak akan pernah terjadi apabila tidak ada darah syahid para korban konflik. Karena itu, setiap situs peninggalan harus dikenang baik oleh pendahulu, orang muda hingga generasi mendatang.
"Mengingat kembali 15 Agustus 2005, titik perubahan dari Aceh yang hancur-hancuran menuju Aceh bermartabat," ujarnya.
Munawar menjelaskan, pada masa perundingan, pemerintah pusat berusaha agar Aceh tidak meminta kemerdekaan. Namun diberikan keistimewaan.
Meskipun ada
momorandum of undestanding (MoU) Helsinki, kata dia, Aceh tak dihargai.
"Jadi ini yang jadi problem, dulu enggak ada pejabat yang mengatakan kejadian di Aceh ditutup untuk hilangkan dendam, tapi ada Pj Bupati yang katakan memelihara situs sama dengan memelihara dendam, ini penghinaan," ujarnya.
Dia menilai, para penyaksi konflik atau orang-orang tidak terdampak bisa saja menerima, namun berbeda dengan seseorang yang diperkosa, dan dibunuh ayahnya.
"Makanya program semakin jauh dari perdamaian, harta semakin dikuras," katanya.
Sementara itu, aktivis perempuan masa lalu Cut Asmaul Husna yang juga merupakan orang asli Pidie mengatakan, pada tahun-tahun sebelum pembakaran Rumoh Geudong, banyak anak-anak mendengar suara jeritan. Para anak menafsirkan bahwa itu mahluk halus, padahal itu kejadian penyiksaan.
"Tahun 1999 kami lakukann ivestigasi banyak perempuan yang diperkosa. Itu yang terjadi, Rumoh Geudong situs sejarah," ujarnya.
Dia mengatakan, jika jejak peristiwa tersebut hilang, maka kejadian konflik telah berpengaruh pada kerusakan sosial dan agama itu hanya dianggap peristiwa biasa. Jangan sampai kejadian konflik dimasa mendatang dianggap sebagai dongeng.
"Kami saksikan, kami rekomendasikan daerah itu tidak sepantasnya dibangun mesjid tapi dibangun meseuim," tandasnya.