Rapat kerja membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan/Ist
Komisi IX DPR RI sepakat membawa Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan ke paripurna, untuk disahkan menjadi undang-undang.
Keputusan itu diambil melalui rapat kerja yang dihadiri Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, Wamenkumham, Edward Omar Sharief Hiariej atau Eddy Hiariej, Menteri PAN RB, Abdullah Azwar Anas, Wamenkeu, Suahasil Nazara, dan Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek, Nizam.
Tujuh fraksi di Komisi IX DPR RI menyetujui RUU Kesehatan dibawa ke paripurna, sementara Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS menolak.
"Jadi yang menandatangani 7 fraksi," kata Wakil Ketua Komisi IX, Nihayatul Nihayatul, saat memimpin rapat kerja di Komisi IX DPR RI, Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (19/6).
Pandangan Fraksi Demokrat dibacakan anggota Komisi IX, Aliyah Mustika Ilham. Dalam pandangannya, Partai Demokrat menilai pembahasan RUU itu terlalu terburu-buru.
"Ada sejumlah persoalan mendasar. Demokrat mengusulkan peningkatan anggaran kesehatan di luar gaji, tapi tidak disetujui, pemerintah justru memilih
mandatory spending dihapus," kata Aliyah.
Aliyah juga menyebut, ketetapan untuk dokter asing sebaiknya mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia. Dia berharap tenaga medis di Indonesia mendapat kesempatan yang setara.
"RUU kurang memberi ruang pembahasan yang panjang, dan terkesan terburu-buru. Maka dengan ini Fraksi Demokrat menolak RUU Kesehatan dibahas menjadi UU," sambungnya.
Sementara itu anggota Fraksi PKS, Netty Prasetiyani, mengingatkan, jangan sampai RUU menjadi undang-undang tapi menimbulkan polemik di masyarakat. Maka, PKS pun menolak RUU itu.
"Jangan sampai UU yang baru diundangkan diuji ke MK atau menimbulkan polemik seperti UU Cipta Kerja. Pembahasan RUU relatif cepat, diperlukan waktu lebih panjang agar mendalam dan kaya masukan. Menimbang beberapa hal, PKS menolak RUU Kesehatan dilanjutkan pada tahap selanjutnya," tandas Netty.