Indonesia terima keketuaan MIKTA dari Turki/Net
MIKTA merupakan sebuah aliansi konsultatif yang terbentuk dari negara-negara anggota G20 namun tidak termasuk di G7 dan BRICS. Didirikan pada bulan September 2013 saat pertemuan para Menteri Luar Negeri di Sidang Majelis Umum PBB ke-68 di New York, Amerika Serikat.
MIKTA merupakan singkatan dari Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia. Aliansi dari kelima negara middle power ini dipimpin oleh Menteri Luar Negeri negara anggota. Tujuan dibentuknya MIKTA yaitu sebagai jembatan penghubung antara negara maju dan negara berkembang untuk bisa saling bekerja sama dan berkontribusi menyelesaikan isu-isu global yang ada.
Setelah memegang keketuaan ASEAN pada tahun 2022, kini giliran Indonesia yang menjabat sebagai ketua MIKTA setelah Turki. Pada keketuannya di tahun 2023 ini, Indonesia diharapkan dapat menjadi
bridge-builder di antara aliansi negara-negara
super power seperti G7 dan BRICS.
Untuk mendukung tujuan tersebut, Indonesia memiliki tiga prioritas utama yang akan dilaksanakan pada keketuaan tahun ini. Tiga prioritas utama tersebut yaitu penguatan multilateralisme, pemulihan yang inklusif, serta transformasi digital.
Di samping tiga prioritas utama tersebut, Indonesia juga diharapkan lebih mendorong kolaborasi dan menciptakan inovasi yang diimplementasikan dengan penguatan kapasitas sipil dalam agenda perdamaian dunia, melakukan upaya mediasi untuk mengatasi isu-isu krusial, serta reformasi pada Dewan Keamanan PBB.
Tantangan Keketuaan IndonesiaDalam memimpin MIKTA untuk satu tahun ke depan, tentunya akan terdapat banyak tantangan yang akan dihadapi oleh Indonesia.Berdasarkan
final report “Agenda Prioritas Keketuaan Indonesia pada MIKTA 2023” yang dibuat Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri memaparkan bahwa terdapat tiga tantangan yang akan dihadapi Indonesia dalam keketuaan MIKTA tahun 2023, yaitu tantangan spesifikasi, problem-solving, dan pengembangan posisi strategis.
From Unspecified Subject to Subject SpecificationMIKTA bukanlah suatu aliansi atau perkumpulan negara yang berdiri secara khusus dan spesifik untuk melakukan distribusi kekuatan global atau bisa disebut MIKTA bukan termasuk dalam
identity-building institution.
Oleh karena itu, MIKTA perlu melakukan perkembangan pada spesifikasi identitas agar lebih jelas keberadaannya. Spesifikasi identitas yang dimaksud meliputi penekanan kriteria, identitas, dan atribut yang khas agar dapat menggambarkan MIKTA secara jelas dan mengikat.
Dalam praktik pengembangan spesifikasi identitasnya hingga saat ini, MIKTA dinilai masih terlalu inklusif. Hal ini tentunya berpengaruh bagi keefektivitasan serta kekohesivitasannya sebagai kelompok.
Selain spesifikasi identitas, terdapat spesifikasi isu yang terbilang masih cukup luas dan tidak jauh berbeda dengan isu-isu yang dibahas pada pertemuan G20 sehingga spesifikasi fokus terhadap suatu isu menjadi suatu tantangan bagi setiap keketuaan di MIKTA.
From Bridge-Builder to Ice-BreakerTidak hanya diharuskan untuk menjadi
bridge-builder, tantangan selanjutnya yaitu, MIKTA dituntut untuk lebih mengembangkan kontribusinya terhadap penyelesaian masalah yang terjadi. Karena hal ini bertepatan dengan kepentingan MIKTA sebagai aliansi penengah penting di antara penyelesaian masalah dan kepentingan antara G20 dengan BRICS.
MIKTA dituntut menjadi
ice-breaker di antara negara-negara konflik. Contohnya seperti saat perang Rusia dan Ukraina bergejolak, MIKTA diharuskan menjadi penengah pada saat benturan pendapat anggota G20 terjadi untuk menyikapi serangan tersebut.
Selain menjadi penengah, MIKTA juga aktif menyuarakan pandangan dan keprihatinannya terkait isu-isu global. Namun, MIKTA belum sepenuhnya melakukan eksplorasi lebih jauh terkait upaya penyelesaian isu global, saat ini hanya sampai pada jangkauan umum saja.
MIKTA diharapkan untuk terus melakukan peningkatan bobot, manfaat, serta ide-ide kreatif.
From Second-Tier to Agenda-SetterTantangan selanjutnya bagi Indonesia dalam memegang keketuaan MIKTA satu tahun ke depan, yaitu MIKTA diharapkan terus meningkatkan perkembangan menjadi
norm-builder serta agenda
setter bagi isu-isu internasional yang sifatnya krusial.
Mengapa kedua hal ini harus dikembangkan? Karena agar terlepas dari bayang-bayang aliansi G7 dan BRICS. MIKTA harus menonjolkan diri bahwa MIKTA dapat berkembang lebih pesat tanpa campur tangan aliansi lain.
MIKTA dinilai perlu lebih banyak keluar dengan gagasan dan ide-ide baru yang kreatif.
Selain itu, keketuaan MIKTA di setiap tahunnya diharapkan lebih mengutamakan ide atau terobosan yang sifatnya kontekstual serta konstruktif untuk mengembangkan peran-peran sebagai fasilitator, pembangun norma, serta penuntun agenda dalam tahun kepemimpinannya.
*Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta