"Alhamdulillah. Tuhan benar-benar turun tangan langsung menolong sehingga saya bisa jadi orang," ucap pengacara kondang Henry Yosodiningrat. Anggota DPR RI 2014-2019 PDIP mengucapkan itu menjelang penganugerahan gelar Profesor untuknya dari Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Semarang, Jumat (2/6) siang.
Kami bertemu dan sempat berbincang bertiga dengan wartawan senior Timbo Siahaan menjelang acara, sembari merokok di smoking room.
Dengan Henry kami bersahabat lebih 40 tahun. Makanya, ketika ketemu siang itu dia sempat tersipu saat saya sapa "Prof". Dia melirik saya. "Nanti aja ah nyapa Profnya. Saya masih gamang nih," ucapnya.
Pernyataan Henry di awal adalah ungkapan rasa syukurnya atas gelar guru besar. "Saya dulu sampai menyelesaikan SMA di tujuh sekolah. Makanya saya bilang Tuhan menyelamatkan saya langsung. Sebab, berkah setelah lulus SMA itu membulatkan tekad saya melanjutkan sekolah hingga mentok Strata 3 dan sekarang Guru Besar. Dan, Tuhan kabulkan," kenangnya.
Sejarah Unissula Upacara penganugerahan gelar Profesor Henry Yosodiningrat berlangsung di Kampus Unissula Jl. Kaligawe Raya Km. 4, Terboyo Kulon, Kecamatan Genuk, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Dihadiri sekitar 300 undangan, tampak di antaranya, Ketua Mahkamah Agung, Prof Dr H M Syarifuddin; Komjen Pol (Purn) Togar Sianipar; Komjen Pol (Purn) Ahwil Loetan; Prof Otto Hasibuan; Prof Henry Subiakto; serta pengurus lembaga antinarkoba Granat, seperti Hanna Wijaya, Fryda Lucyana, dan tamu lainnya.
Unissula merupakan salah satu Perguruan Tinggi swasta yang memiliki kluster studi lengkap dengan 11 fakultas unggulan, yaitu Fakultas Kedokteran, Fakultas Teknik, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Agama Islam, Fakultas Teknologi Industri, Fakultas Psikologi, Fakultas Bahasa, dan Fakultas Ilmu Komunikasi.
Unissula didirikan oleh Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung (YBWSA) pada tanggal 16 Dzulhijjah 1381 H atau 20 Mei 1962 M. Nama Sultan Agung diambil dari nama Sultan Agung yang merupakan salah satu pahlawan nasional yang sangat berjasa bagi bangsa Indonesia.
Sultan Agung mempunyai nama lengkap Adi Prabu Hanyokrokusumo. Ia lahir di Kotagede, Kesultanan Mataram pada tahun 1593. Sultan Agung merupakan sultan ketiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645.
Di bawah kepemimpinannya, Kesultanan Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada masanya.
Adapun pemilihan nama Sultan Agung sebagai nama universitas juga tak lepas dari berbagai pemikiran, antara lain ia merupakan pemimpin besar yang sangat mencintai bangsa dan negaranya serta sangat gigih melawan berbagai penjajahan.
Sultan Agung raja yang religius dan berkarakter unggul yang mampu mengimplementasikan kehidupan beragama melalui akulturasi budaya yang bisa diterima oleh masyarakat.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan mengantarkan nama besar Sultan Agung sebagai pahlawan nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden No.106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.
Dasar pemikiran tersebut menjadi sebuah hal yang logis menjadikan nama Sultan Agung sebagai nama universitas dan melalui nama tersebut diharapkan akan terus mengobarkan semangat perjuangan membangun bangsa melalui dunia pendidikan dengan nilai-nilai keislaman.
Professor Anak Gaul Acara siang itu diawali pengantar Prof DR Hj Anis Mashdurohatun sebagai Ketua Tim Ahli Usulan Profesor Unissula. Ia menguraikan kronologi pengajuan gelar Profesor untuk Henry Yosodiningrat yang didukung oleh banyak akademisi dari berbagai lembaga perguruan tinggi.
Sambutan selanjutnya disampaikan oleh Rektor Unissula, Prof Dr H Gunarto, Rektor yang menyebutkan pengukuhan gelar Guru Besar untuk Henry Yosodiningrat telah dituangkan dalam SK pada akhir Mei.
Dalam orasinya berjudul: "
Politik Hukum Pencegahan Korupsi: Optimalisasi Legislasi Pencegahan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia", Henry menguraikan upaya pemberantasan korupsi dari masa ke masa di Indonesia yang belum optimal.
Oleh karena itu Henry menganggap perlu dilakukan revisi undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan kajian akademis yang lebih komprehensif. Dengan penguatan norma pencegahan yang berbasis pengurangan risiko korupsi.
"Hal ini relatif baik jika indikator-indikator risiko terjadinya korupsi dipahami oleh masyarakat dan mewajibkan institusi negara melakukan kajian risiko terjadinya korupsi instansi pemerintahan dan korporasi serta kewajiban menyampaikan jenis dan risiko tersebut kepada masyarakat," kata ayah empat anak itu yang disambut tepuk tangan meriah hadirin. Keempat putranya juga hadir dalam kesempatan itu.
Henry tetap konsisten menganggap pemberantasan korupsi harus berbasis pencegahan. Pokok pikiran itu diutarakan dalam disertasinya empat tahun lalu ketika meraih gelar Doktor dari Universitas Trisakti, 10 Oktober 2019.
Di depan para penguji dan promotornya, waktu itu, antaranya, Prof DR Eriyantouw Wahid, DR Anas Yusuf, DR Endyk M Asror, Henry berhasil mempertahankan disertasinya “
Politik Hukum Pencegahan Korupsi: Optimalisasi Legislasi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia”. Saya juga menghadiri acara penganugerahan Doktornya waktu itu.
DR Henry Yosodiningrat lahir di Krui Pesisir Barat 1 April 1954. Menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Sedangkan gelar S2 dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Sejak 1978 Henry menekuni profesi sebagai Advokat/Penasihat Hukum.
Di tahun 1980-an ia juga sempat bermain dalam beberapa film produksi nasional. Henry tercatat sebagai inisiator dan pendiri "Granat" lembaga swadaya masyarakat untuk memerangi penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang.
Henry tergolong "anak gaul" menurut istilah anak sekarang, yaitu memiliki pergaulan luas dengan berbagai kalangan. Tidak heran ia terpilih sebagai anggota DPR RI periode 2014-2019. Akan maju lagi kah dalam kontestasi Pemilu 2024?
"Tidak lagi. Saya tidak maju. Saya memilih mengabdi di jalur lain saja," katanya.
Penulis adalah Wartawan Senior