Jurubicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono/RMOL
Mahkamah Konstitusi (MK) menjamin integritas Hakim dalam memutuskan perkara gugatan uji materiil norma sistem pemilihan legislatif (Pileg), meski nuansanya kental tarikan politik.
Jurubicara MK, Fajar Laksono mengatakan, hakim konstitusi bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya menguji Undang-undang (UU).
"Seperti disampaikan di banyak kesempatan, saya kira MK tetap dalam koridornya," ujar Fajar di Kantor MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (31/5).
Ia juga memastikan, pengujian UU dalam persidangan bisa disaksikan langsung oleh masyarakat melalui berbagai kanal.
"Semua orang mengawasi sekarang. Bahkan, persidangan pun ditayangkan secara terbuka, setiap orang bisa memonitor, melihat," sambungnya.
Fajar menyebutkan tiga norma Hakim Konstitusi dalam menilai suatu perkara pengujian UU.
"Yaitu fakta yang terungkap dipersidangan. Jadi persidangan yang kemarin kan ada dinamikanya, ada keterangan ahli, keterangan saksi dan sebagainya. Kemudian alat bukti, baru keyakinan Hakim. Tiga itu saja," urainya.
Maka dari itu, nuansa tarik menarik kepentingan politik dalam pengujian norma sistem Pileg yang termuat dalam Pasal 168 ayat (2) UU 7/2017 tentang Pemilu, tidak mendasari hakim konstitusi dalam memutuskan perkara.
"Jadi, apakah kemudian masing-masing hakim itu mempertimbangkan segala sesuatunya? Itu otoritas hakim. Termasuk soal momentum seperti sekarang dengan mengacu pada 3 hal tadi," katanya.
"Artinya kita serahkan saja sekarang kepada hakim konstitusi dengan kewenangan yang dimiliki," demikian Fajar menambahkan.
Nuansa tarik menarik kepentingan politik dalam perkara uji materiil sistem Pileg kentara, salah satunya dari sikap 8 parpol dan fraksi DPR RI yang menolak sistem Pileg diubah dari proporsional terbuka menjadi tertutup.
Sementara, PDIP yang juga memiliki fraksi di parlemen berdiri sendirian mendukung sistem Pileg diubah menjadi tertutup.