Berita

Representative Images/Net

Dunia

PBB Perpanjang Embargo Senjata di Sudan Selatan

RABU, 31 MEI 2023 | 13:37 WIB | LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA

Dewan Keamanan PBB kembali memperpanjang embargo senjata di Sudan Selatan pada Selasa (30/5), karena kekerasan masih meningkat di negara itu.

Keputusan itu disetujui dengan hasil pemungutan suara 10 setuju dan lima abstain, dari Rusia, China, dan tiga negara Afrika.

Dalam sebuah laporan kepada DK PBB, para ahli mengatakan bahwa Sudan Selatan masih kesulitan untuk menghentikan kekerasan, menyusun konstitusi baru dan mempersiapkan pemilu pertamanya pada Desember 2024 mendatang.

"Intensifikasi kekerasan masih terus berlanjut yang semakin memperpanjang krisis politik, keamanan, ekonomi dan kemanusiaan di sebagian besar negara itu,” ujar para ahli PBB, seraya mendesak pihak-pihak bertikai di Sudan Selatan untuk menghindari terulangnya konflik yang meluas.

Resolusi yang diadopsi Selasa akan memperpanjang sanksi hingga 31 Mei 2024, sekaligus mencabut persyaratan yang mengharuskan Sudan Selatan memberitahu komite DK PBB tentang pasokan, penjualan, atau transfer peralatan militer yang tidak mematikan.

Menanggapi perpanjangan sanksi tersebut, Duta Besar Sudan Selatan untuk PBB, Akuei Bona Malwal, menyampaikan keberatannya dengan mengatakan bahwa resolusi itu diajukan dengan itikad buruk dan niat buruk.

“Itu kontraproduktif dan memiliki efek kemanusiaan yang merugikan pada warga negara yang harus dilindungi dari bahaya. Resolusi itu adalah contoh campur tangan yang kurang ajar dalam urusan dalam negeri," ujarnya, dikutip dari Associated Press, Rabu (31/5).

Sementara menurut Duta Besar Jepang untuk PBB Ishikane Kimihiro yang mendukung resolusi mengatakan bahwa negara itu belum mencapai kemajuan yang cukup dalam mengimplementasikan perjanjian tersebut, tetapi dia mengatakan sanksi harus segera dicabut jika perjanjian damai itu diterapkan.

Konflik antara Presiden Salva Kiir, melawan Wakil Presiden Riek Machar telah menyebabkan perang saudara pada 2013 lalu, yang menyebabkan hampir 400 ribu orang tewas dan lebih dari 4 juta orang mengungsi.

Perpecahan itu diakhiri oleh perjanjian damai 2018, yang menyatukan Kiir dan Machar dalam pemerintahan persatuan nasional, namun, dalam praktiknya, kedua kubu itu masih kesulitan untuk mengimplementasikan perjanjian damai, yang membuat PBB terus memperpanjang sanksinya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Samsudin Pembuat Konten Tukar Pasangan Segera Disidang

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:57

Tutup Penjaringan Cakada Lamteng, PAN Dapatkan 4 Nama

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:45

Gerindra Aceh Optimistis Menangkan Pilkada 2024

Kamis, 02 Mei 2024 | 01:18

Peringatan Hari Buruh Cuma Euforia Tanpa Refleksi

Kamis, 02 Mei 2024 | 00:55

May Day di Jatim Berjalan Aman dan Kondusif, Kapolda: Alhamdulillah

Kamis, 02 Mei 2024 | 00:15

Cak Imin Sebut Negara Bisa Kolaps Kalau Tak Ada Perubahan Skenario Kerja

Rabu, 01 Mei 2024 | 23:39

Kuliah Tamu di LSE, Airlangga: Kami On Track Menuju Indonesia Emas 2045

Rabu, 01 Mei 2024 | 23:16

TKN Fanta Minta Prabowo-Gibran Tetap Gandeng Generasi Muda

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:41

Ratusan Pelaku UMKM Diajari Akselerasi Pasar Wirausaha

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:36

Pilgub Jakarta Bisa Bikin PDIP Pusing

Rabu, 01 Mei 2024 | 22:22

Selengkapnya