Rapat koordinasi pencegahan korupsi di Kantor Gubernur Papua Barat Daya (PBD), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan berbagai macam aduan, termasuk soal sulitnya poses perizinan sektor perikanan khususnya untuk nelayan kecil, hingga kualitas jalan yang buruk di Provinsi PBD.
Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi Supervisi (Korsup) KPK, Dian Patria mengatakan, KPK berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan evaluasi tata kelola pemerintahan daerah di wilayah Provinsi PBD. Hasilnya menunjukkan capaian yang masih rendah.
“Publik menilai masih adanya praktik benturan kepentingan, jual beli jabatan, trading influence, dan pengaturan dalam pengadaan barang dan jasa dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan daerah,” ujar Dian, Senin (22/5).
Dian menjelaskan, tata kelola pemerintahan daerah pada area strategis di enam kabupaten/kota, nilai Monitoring Centre for Prevention (MCP) baru mencapai 28 persen, jauh di bawah rata-rata nasional yang sudah mencapai 76 persen. Belum lagi, integritas penyelenggaraan pemerintahan yang masih dalam status rentan korupsi.
Kehadiran KPK kata Dian, adalah sebagai mitra pemda untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik di wilayah PBD agar dapat memitigasi adanya korupsi.
"Upaya ini sebagai ikhtiar bersama untuk mendorong kemandirian fiskal, mengoptimalkan fungsi aparatur, memperbaiki layanan publik, dan mengefisienkan APBD untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,"kata Dian.
Dalam catatan KPK kata Dian, persoalan penguasaan Barang Milik Daerah (BMD) termasuk oleh mantan pejabat dan mantan ASN berpotensi merugikan keuangan daerah. Sejumlah modus penguasaan BMD antara lain, dengan membawa pergi ketika sudah pensiun, rusak berat, hilang, pindah tangan, atau bahkan dengan melalui pihak lain.
Selain itu, ditemukan pula upaya melegalkan penguasaan kendaraan dinas melalui nota yang dikeluarkan oleh pejabat daerah.
Persoalan yang selalu menjadi penyakit di daerah selanjutnya kata Dian, adalah Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ), di mana ditemukan adanya indikasi adanya markup, proyek fiktif, kickback, suap, pengaturan tender, benturan kepentingan, dan gratifikasi. Akibatnya, ditemukan banyak proyek mangkrak dan kualitas proyek yang tidak sesuai spesifikasinya.
Belum lagi kata Dian, persoalan manajemen ASN yang belum profesional, kerap ditemukan pergantian pejabat atau rotasi/mutasi pegawai tanpa melalui prosedur yang benar. Demikian juga dengan tingkat kedisiplinan pegawai yang masih rendah dengan tingkat kehadiran yang minim.
"Terkait kepatuhan, data KPK juga menunjukkan sebagian besar pejabat eksekutif dan legislatif yang ada di wilayah kabupaten/kota PBD belum melaporkan LHKPN," tutur Dian.
Pertemuan ini dihadiri oleh semua kepala daerah, unsur DPRD, dan pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) se-wilayah PBD. Selain Pemda, kegiatan juga menghadirkan inspektorat Khusus Kementerian Dalam Negeri, BPKP Papua Barat, BPK Papua Barat, Kantor Wilayah ATR/BPN Papua Barat, Kantor Pajak Pratama Sorong, serta unsur vertikal lainnya.
Dalam pertemuan tersebut kata Dian, sejumlah peserta juga menyampaikan keluhannya, terkait masih maraknya praktik illegal logging di daerah, sulitnya proses perizinan sektor perikanan khususnya untuk nelayan kecil, kualitas jalan yang buruk, tidak dibayarkannya pajak MBLB oleh penambang, dan rendahnya kontribusi kekayaan sumber daya alam bagi penerimaan di daerah.
"Padahal, sumberdaya alam ini menjadi modal penting untuk mendorong pembangunan di daerah ditengah rendahnya kapasitas fiskal daerah," terang Dian.
Dalam pandangan KPK kata Dian, semestinya kehadiran PBD membawa misi yang sangat penting, yaitu untuk mendorong pembangunan demi kesejahteraan masyarakat. Tingkat kemiskinan yang masih di atas 10 persen, angka putus sekolah tinggi, dan lapangan kerja yang terbatas menjadi persoalan yang harus bisa diselesaikan dengan adanya DOB.
"Dalam menyiapkan DOB, masih ditemukan sejumlah masalah. Berdasarkan laporan masyarakat yang masuk ke KPK, masyarakat mengadukan adanya pengaturan penempatan pejabat pada perangkat DOB yang sarat dengan indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)" jelas Dian.
Terkait dengan DOB ini, Dian berpesan agar para pengelola daerah baru harus meninggalkan budaya lama. Baginya, praktik KKN akan mencederai tujuan awal dari keberadaan DOB.
"Sudah semestinya DOB ini dikelola dengan semangat yang baru. Kita Tinggalkan praktik-praktik lama yang tidak benar. Provinsi baru harus jadi harapan baru, untuk Tanah Papua yang lebih baik. Kekayaan alam Tanah Papua harus dimanfaatkan dengan bijak untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," pungkas Dian.