Juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam, Pham Thu Hang/Net
Sengketa wilayah Laut China Selatan di antara negara Asia Tenggara dan Asia Timur terus menjadi isu yang menarik perhatian internasional.
Baru-baru ini, Vietnam mengungkapkan kekesalannya pada China dan Filipina karena aktivitas keduanya yang meresahkan di wilayah Laut China Selatan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam Pham Thu Hang dalam sebuah pernyataan merinci apa saja tindakan Filipina dan China yang dinilai telah melanggar hak kedaulatan dan yurisdiksi negaranya.
Jubir Vietnam itu mengecam penyebaran pelampung navigasi berbendera Filipina pada pada 14 Mei lalu di perairan dekat Kepulauan Spratly yang disengketakan.
"Vietnam menentang keras semua tindakan yang melanggar hak kedaulatan kami. Kami memiliki dasar hukum dan bukti sejarah yang memadai untuk menegaskan kedaulatan kami atas kepulauan Paracel dan Spratly," tegas Pham, seperti dikutip dari
ANI News pada Senin (22/5).
Sementara dengan China, Pham menyoroti aksi saling serang antara kapal dua negara, yang terjadi setelah kapal penelitian Beijing memasuki zona ekonomi eksklusif (ZEE) Hanoi untuk melakukan survei.
Penelitian China dilakukan menyusul rencana Vietnam untuk memperluas operasi pengeboran minyaknya di Vanguard Bank, situs yang dimiliki pemerintah Hanoi namun diklaim juga oleh Beijing.
Sebelum polemik itu, China dilaporkan membuka restoran hot-pot di Pulau Woody, Kepulauan Paracel. Sebuah kebijakan yang sangat ditentang oleh kaum nasional Vietnam.
Pernyataan Pham, menunjukkan bahwa pada penggugat Asia Tenggara di Laut China Selatan seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei, masih memiliki segudang sengketa maritim dan teritorial yang kompleks dan belum terselesaikan hingga saat ini.
Mereka sepakat menentang sembilan garis putus-putus China, tetapi negara-negara itu memiliki klaim lain yang tumpang tindih atas teritori di kawasan tersebut. Upaya untuk membuat front persatuan Asia Tenggara dalam menentang klaim sepihak China masih sulit dilakukan.