Kementerian Kesehatan hanya berpatokan pada aspek medik, tanpa melihat kepastian halal vaksin yang akan diberikan kepada masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Profesor Sri Rezeki yang dihadirkan sebagai saksi ahli Kementerian Kesehatan selaku tergugat, dalam persidangan gugatan soal vaksin halal yang diajukan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI), di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, Jumat (19/5)
Gugatan itu, tercatat dengan nomor perkara 28/G/2023/PTUN-JKT.
Profesor Sri Rezeki dalam persidangan menjelaskan, peranan ITAGI dalam memberikan rekomendasi penentuan jenis vaksin yang kemudian ditetapkan Kemenkes dalam KMK nomor HK.01.07/Menkes/1602/2022.
Dia mengungkapkan bahwa ITAGI hanya berpatokan pada hal medis dalam menentukan jenis vaksin yang direkomendasikan pada Kemenkes.
“Kami tak pernah memandang soal kehalalannya,” kata Sri dalam kesaksiannya secara daring.
Dalam kesaksiannya, Sri juga mengungkapkan bahwa ITAGI memiliki hubungan dengan ITAGI regional se-Asia Tenggara dan merujuk pada hasil penelitian SAGE yang berada di bawah WHO, badan organisasi Kesehatan Dunia.
Menanggapi kesaksian itu, Kuasa Hukum YMKI Irawan Santoso mengatakan, pada prinsipnya gugatan dilayangkan karena sudah ada Putusan MA nomor 31P/HUM/2022 tentang Vaksin Halal, yang tidak dijalankan Kemenkes.
Menurutnya, Sri Rezeki sebagai pakar ataupun ITAGI sebagai lembaga tahu perihal adanya Putusan MA tentang kewajiban pemerintah menjamin kehalalan vaksin.
Kata Irawan lagi, jika melihat penjelasan dalam persidangan PTUN tersebut, menunjukkan peranan besar ITAGI dalam memberi rekomendasi jenis-jenis vaksin kepada Kemenkes.
“Ini jelas menunjukkan bahwa pihak Kemenkes belum merujuk sepenuhnya dalam mematuhi Putusan MA yang mewajibkan adanya garansi vaksin halal bagi umat Islam Indonesia,” pungkasnya.