Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono/RMOL
Gugatan uji materi kewenangan jaksa menyelidiki kasus, sepatutnya ditolak. Gugatan ke Mahkamah Konstitusi itu dilayangkan seorang pengacara bernama M. Yassin.
Gugatan itu diajukan di Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 82 ayat (1) huruf d Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 30 ayat (1) huruf d UU 16/2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
"Itu sebuah manuver hukum yang salah dan mengada ada saja," ujar Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono kepada wartawan, Rabu (17/5).
Gugatan itu menjadi tidak tepat, dalam pandangan Arief, sebab tidak ada hak konstitusi dari pengacara M. Yasin Djamaludin yang dilanggar atau hilang sebagai Kuasa Hukum tersangka Johannes Rettob, dan Silvi Herawaty.
Apalagi, jika gugatan itu dilakukan karena kedua klien Yasin, telah menjadi korban kesewenangan-wenangan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua berkaitan dengan keberadaan dua pasal tersebut.
Perkara tersebut bermula saat Johannes Rettob dan Silvi Herawaty ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 25 Januari 2023, atas dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan pesawat terbang di Kabupaten Mimika.
Pada prosesnya, penetapan status tersangka tersebut dinilai tidak didasarkan pada bukti permulaan yang cukup. Sehingga, Yasin selaku kuasa hukum langsung mengajukan praperadilan untuk menguji prosedur penetapan tersangka telah sesuai atau tidak.
Menariknya, setelah mengetahui adanya rencana praperadilan tersebut dan meskipun proses penyidikan belum selesai, yaitu belum adanya pemeriksaan saksi dan ahli meringankan, penyidik Kejati Papua langsung melimpahkan berkas perkara ke Penuntut Umum dan selanjutnya langsung dilimpahkan ke Pengadilan.
Yasin menjelaskan, aksi kesewenang-wenangan ini dilakukan pihak Kejati Papua agar permohonan praperadilan kedua kliennya tersebut digugurkan.
Soal dalih Yasin, Arief mengatakan, jika memang ada prosedur yang dirasakan menyalahi peraturan dan UU dalam proses penyidikan oleh Jaksa dalam kasus kliennya, sudah ada jalur yang bisa diambil.
"Negara sudah membuka jalan bagi warga negara Indonesia untuk membuat laporan keberatan ke Lembaga Ombudsman, Komisi Kejaksaan atau bila perlu ke Komnas HAM, karena bisa masuk kategori adanya dugaan pelanggaran HAM terhadap kliennya," katanya.
Menurutnya, Yasin salah kamar dan patut diduga ini bagian dari
corruptor fight back terhadap institusi kejaksaan yang paling getol menangkapi para koruptor saat ini.
"Karena itu MK harus menolak uji materi itu," tandasnya.