Rapat koordinasi upaya pembebasan empat pekerja Telkomsel yang disandera Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua/Ist
Tindakan Kelompok Separatis dan Teroris (KST) di Distrik Okbab, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan, yang menyandera enam pekerja proyek Tower BTS Telkomsel, pada Jumat (12/5), membuktikan perlunya evaluasi skenario keamanan di Bumi Cenderawasih.
Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, evaluasi sistem pertahanan itu, mengingat aksi penyanderaan itu bukan kali pertama terjadi.
"Berulangnya aksi penyanderaan oleh kelompok yang membawa bendera bintang kejora, terhadap pekerja infrastruktur, mengindikasikan kegagalan aparat dan skenario keamanan di Papua," ujar Khairul kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (13/5).
Dia berharap, upaya penyelamatan dan pembebasan sandera bisa segera dilakukan. Sekaligus, dia mengingatkan agar pemerintah dan TNI-Polrijuga harus mengevaluasi dan melakukan pembenahan secara cepat.
"Hal ini terutama berkaitan dengan distribusi peran yang jelas dalam perbantuan TNI pada tugas-tugas kepolisian," katanya.
Kata Khairul, Polri perlu lebih fokus pada tugas utamanya, yaitu melindungi masyarakat dan memelihara keamanan, selain menegakkan hukum.
"Sementara TNI dalam kerangka OMSP (Operasi Militer Selain Perang) perbantuan pada kepolisian di Papua, mestinya juga tetap tidak melupakan tugas pokoknya sebagai penjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah negara," pungkasnya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Papua Kombes Ignatius Benny Ady Prabowo menguraikan awal mula kejadian penyanderaan
Saat itu, enam orang pekerja Tower BTS Telkomsel yang dipimpin oleh Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Kabupaten Pegunungan Bintang Alverus Sanuari, berangkat dari Oksibil menuju Distrik Okbab menggunakan Pesawat Elang Air pada pukul 08.30 WIT.
Setibanya di Lapangan Terbang Okbab, para pekerja langsung dihadang oleh lima orang yang mengaku berasal dari kelompok KST.
Kelompok tersebut menggunakan senjata tajam, seperti parang, dan melakukan kekerasan fisik terhadap tiga orang pekerja.
Alverus Sanuari beserta salah satu korban luka yang bernama Benyamin Sembiring, dibebaskan untuk kembali ke Oksibil.
Namun, hingga saat ini, masih terdapat empat orang yang disandera oleh KST, dua di antaranya mengalami luka akibat penganiayaan.
Adapun nama-nama pekerja yang masih disandera antara lain Asmar, seorang staf PT IBS; Peas Kulka, staf distrik; Senus Lepitalem, seorang pemuda dari distrik Borme; dan Fery, staf PT IBS.
Belakangan diketahui, bahwa KST mengajukan tuntutan tebusan sebesar Rp 500 juta sebagai syarat pembebasan para sandera.