Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan/Net
Krisis Sudan menjadi perhatian utama Pemerintah Turkiye, di mana Presiden Recep Tayyip Erdogan menyatakan ia siap menjadi tuan rumah pembicaraan komprehensif perdamaian untuk negara yang sedang dilanda konflik itu.
Pernyataan itu disampaikan Erdogan kepada Panglima Militer Sudan Abdel Fattah al-Burhan saat keduanya melakukan panggilan telepon pada Selasa (9/5).
"Erdogan mengatakan Turkiye akan melanjutkan upaya berkoordinasi dengan PBB untuk memastikan bahwa kebutuhan kemanusiaan rakyat Sudan yang mendesak, akan terpenuhi," kata Direktorat Komunikasi Turkiye dalam sebuah pernyataan, seperti dilaporkan
Anadolu Agency.Erdogan juga mengungkapkan kesedihan dan keprihatinannya atas meningkatnya korban dari konflik bersaudara di Sudan.
"Evakuasi dan keamanan warga Turki di Sudan juga dibahas," menurut pernyataan itu.
Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan pada Selasa bahwa Turkiye telah memindahkan semua pegawainya, ??terutama penjaga keamanan, dari kedutaan di Sudan dengan dukungan al-Burhan.
"Semoga Allah tidak menempatkan negara mana pun dalam situasi ini. Jika kami tidak mengubah keseimbangan di Libya, jalan-jalan di Tripoli akan tetap seperti ini hari ini. Kami juga berusaha menghentikan perang ini (di Sudan)," kata Cavusoglu di sebuah acara di Provinsi Antalya, selatan Turkiye.
Selama akhir pekan, kendaraan dinas Duta Besar Turki untuk Sudan Ismail Cobanoglu terkena tembakan di ibu kota Khartoum. Tidak ada korban yang dilaporkan, dan sumber tembakan belum jelas.
Ketidaksepakatan telah muncul dalam beberapa bulan terakhir antara tentara Sudan dan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) atas integrasi RSF ke dalam angkatan bersenjata, syarat utama dari perjanjian transisi Sudan dengan kelompok-kelompok politik.
Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak Oktober 2021, ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat dalam sebuah langkah yang dikecam oleh kekuatan politik sebagai kudeta.
Masa transisi Sudan, yang dimulai pada Agustus 2019 setelah penggulingan Presiden Omar al-Bashir, dijadwalkan berakhir dengan pemilu pada awal 2024 mendatang.