Selain tidak etis, Presiden Joko Widodo juga dianggap melanggar konstitusi, abuse of power, mengumpulkan para ketua umum partai politik untuk kepentingan politik praktis pribadi Jokowi dan golongannya.
Komunikolog politik dan hukum nasional, Tamil Selvan, mengatakan, Jokowi sangat jelas menunjukkan kepentingan politik praktisnya, atau golongannya, dengan menggunakan fasilitas negara, Istana Negara.
"Buktinya, ada ketua-ketua umum partai yang tidak diundang. Jadi ada pilah-pilih di sana. Nah pilah-pilih itulah yang kemudian kita lihat ada kepentingan terselubung di situ," kata Tamil kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (10/5).
Berdasar hipotesanya, Jokowi memiliki dua janji kepada Ketum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, ketika Ganjar Pranowo diusung sebagai bakal calon presiden, yaitu mandiri dalam pembiayaan kampanye, dan mendukung Puan Maharani menjadi penerus di PDIP.
"Maka, pertemuan dengan para ketua umum partai politik itu tak lepas dari poin nomor satu tadi. Lalu kita bicara tentang sibuk-sibuknya Jokowi. Saya bisa katakan, apa yang dia lakukan hari ini itu sibuk-sibuk tak menentu," kata Tamil.
Dosen Universitas Dian Nusantara itu juga menilai, alih-alih mengurus bangsa dan negara yang sedang banyak persoalan, Jokowi ternyata lebih mendahulukan kepentingan pribadinya dan kepentingan politik golongannya.
"Ini yang saya kira sangat tidak elok kalau kemudian Jokowi ingin memposisikan dirinya seolah-olah mau menjadi negarawan, setelah kepemimpinannya berakhir," katanya.
Apa yang dilakukan Jokowi, tambah dia, sangat jelas, tidak menunjukkan kenegarawanan. Yang ada justru ketakutan besar menghadapi Pemilu 2024 mendatang.
"Kesibukan tak menentu yang dilakukan Jokowi hari ini menunjukkan ada ketakutan besar dalam dirinya, terutama jika orang-orang yang disiapkannya, orang-orang yang diendorsenya, ternyata itu tidak menang di Pilpres 2024," tegas Tamil.
Dia melihat, Jokowi akan melakukan segala cara, segala daya upaya dan kewenangan yang dia punya untuk memenangkan calon yang diendorse.
"Secara etika politik jelas tidak etis. Secara konstitusi juga jelas melanggar, kenapa? Ini
abuse of power. Apa yang dilakukan dengan mengumpulkan para ketua umum partai politik di Istana Negara, yang notabenenya fasilitas negara, fasilitas jabatan, tapi digunakan untuk kepentingan politik pribadi atau golongan," pungkasnya.