Berita

Surat suara/Net

Politik

Ambang Batas Suara Pencalonan Presiden Merampas Hak Politik Rakyat: Perjuangkan Capres Alternatif!

OLEH: DIKA MOEHAMMAD*
SENIN, 08 MEI 2023 | 12:41 WIB

PEMILU Presiden kesempatan bagi rakyat memperjuangkan arah kehidupan ekonomi politik. Rakyat bisa memilih presiden yang bisa menyejahterakan dirinya.

Presiden yang peduli dengan tangis pilu rakyat. Presiden yang rela berjuang untuk rakyat. Presiden yang mengayomi rakyat. Presiden yang berpihak pada rakyat bukan pada oligarki. Presiden yang mendengarkan kehendak rakyat. Presiden yang berumah di hati nurani rakyat.

Namun partai oligarki melalui aturan presidential threshold dengan sengaja menghambat hadirnya kandidat-kandidat alternatif. Mereka telah mengatur agar hanya calon yang dikehendaki oligarki yang menjadi presiden.


Mereka menjegal munculnya calon-calon alternatif pilihan rakyat. Mereka mengebiri pilihan rakyat. Mereka menjadikan boneka oligarki yang diatur-atur dan dikendalikan. Mereka mengotak-atik aturan pemilu demi kepentingan oligarki.

Pemilu juga saat yang tepat bagi kita untuk menghukum elit-elit politik yang suka ingkar janji. Kita bungkam mereka. Kita buat mereka menjadi sampah-sampah politik. Kita jadikan mereka musuh rakyat yang abadi.

Kita kabarkan ke penjuru negeri bahwa mereka adalah pengkhianat rakyat. Katakan tidak kepada mereka. Tarik garis batas yang jelas kepada mereka.

Perjuangan menghapus presidential threshold adalah perjuangan  seluruh rakyat Indonesia. Perjuangan ini sejalan dengan upaya menghadirkan kandidat calon presiden dari kalangan rakyat.

Kita sudah pernah memilih kucing dalam karung. Kita pernah dikibuli. Kita pernah ditindas. Untuk itu perjuangan untuk menghadirkan calon presiden alternatif merupakan sesuatu yang mendesak. Tabuh genderang.

Ajak rakyat menuntut menghapus presidential threshold. Demokrasi harus diselamatkan dari pembajakan oligarki. Demokrasi harus dikembalikan kepada rakyat.

Apa yang mau diharapkan dari pemilu Presiden jika kandidatnya hanya bisa disusun dari kalangan oligarki, sementara hak rakyat untuk mengajukan kandidat dihambat melalui peraturan pemilu. Apa artinya pemilu bila kita tidak bebas menentukan pilihan. Apa artinya pemilu kalau kita dipaksa memilih. Apa artinya pemilu kalau calon yang ada menghamba kepada oligarki.

Gerakan Buruh, Petani, Nelayan, Miskin Kota, Perempuan, Masyarakat Adat, Aktivis Pro Demokrasi dan Intelektual Progresif harus aktif menggelar protes dan aksi massa menuntut penghapusan presidential threshold.

Satukan tekad. Satukan suara. Satukan langkah. Agar kekuatan rakyat menjadi badai. Solidkan barisan. Bergerak bersama laksana jutaan semut menghadapi musuh. Kita mesti yakin bahwa rakyat bersatu tak bisa dikalahkan.

Gerakan buruh, petani, nelayan, miskin kota, perempuan, masyarakat adat, aktivis pro demokrasi, dan intelektual progresif harus aktif mengusung kandidat capres alternatif. Ajak rakyat untuk mengusungnya. Jangan kita hanya menjadi bebek-bebek oligarki. Kita mampu menghadirkan sosok alternatif. Kita tunjukkan bahwa kita mempunyai calon sendiri.

Kita perlu gerakan rakyat yang bersatu untuk menghapus produk-produk kebijakan oligarki: UU Cipta Kerja, presidential dan parliamentary threshold. Bila hanya bergantung pada Judicial Review ke MK, adalah sangat naif. PT sudah 27 kali ditolak, UU Cipta Kerja dimanipulasi dengan Perppu. Kita harus curiga oligarki telah kuat mengkorupsi lembaga-lembaga negara. Pemilu 2024 harus jadi gerakan politik lawan oligarki secara besar-besaran.

Ayo kawan-kawan gerakan sosial untuk mobilisasi turun ke jalan menuntut perubahan parliamentary dan presidential threshold. Inilah jalan terbaik untuk memperbaiki keadaan.

Gerakan rakyat perlu melakukan mobilisasi umum. Penuhi jalan-jalan. Teriakan dengan nyaring tuntutan kita. Termasuk kalangan yang golput. Mari berjuang bersama. Tidak mungkin ada perubahan kekuasaan bila kedua threshold itu tidak memberi ruang bagi perwakilan politik rakyat miskin dan kelas pekerja.

*Penulis adalah Sekretaris Nasional Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI)


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya