PEMBERITAAN tentang penimbunan solar subsidi, solar gelap, pasar gelap solar, penyalahgunaan solar subsidi, dan bentuk manifestasi penyimpangan solar subsidi lainnya ini belakangan mewarnai media massa setiap hari.
Mengapa bisa terjadi, mengapa kasus solar subsidi tidak tepat sasaran terus terjadi dan semua lembaga gagal mengawasinya? Bagaimana dengan digitalisasi Pertamina yang digadang-gadang akan menuntaskan masalah penyalahgunaan BBM subsidi ini? Apakah benar berhasil atau malah jadi fosil?
Sampai sekarang belum ada yang tau dengan pasti apakah proyek digitalisasi Pertamina itu gagal atau berhasil. Kalau gagal, maka perlu diketahui apa penyebab kegagalannya. Namun sebaliknya kalau berhasil, berarti proyek ini sudah selesai.
Lalu apa manfaat dari proyek ini? Apakah sudah berhasil mengendalikan BBM subsidi agar tidak dicuri?
Pihak Badan Pengatur Hilir Minyak Dan Gas Bumi (BPH Migas) sebagai badan yang berwenang mengawasi distribusi dan konsumsi BBM menyatakan bahwa proyek ini telah gagal direalisasikan sesuai target.
Kepala BPH Migas telah beberapa kali melayangkan surat laporan kepada Ketua Komisi VII DPR RI, Menteri ESDM, Menteri BUMN, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) mengenai progres pelaksanaan digitalisasi SPBU yang sangat lambat.
Dalam siaran pers, lembaga ini disebutkan bahwa digitalisasi SPBU telah beberapa kali gagal mencapai target yakni:
Target pertama dalam penyelesaian digitalisasi SPBU ditetapkan oleh PT Pertamina (Persero) pada 31 Desember 2018;
- Target pertama tidak tercapai, PT Pertamina (Persero) menyampaikan perubahan target penyelesaian digitalisasi SPBU menjadi tanggal 28 Juni 2019;
- Target kedua kembali tidak tercapai, PT Pertamina (Persero) kembali menyampaikan perubahan yang ketiga, yaitu penyelesaian target menjadi tanggal 31 Desember 2019;
- Target ketiga tidak tercapai lagi, oleh karena itu PT Pertamina (Persero) menyampaikan perubahan target keempat menjadi 30 Juni 2020;
- Target keempat juga tidak tercapai, oleh karena itu PT Pertamina (Persero) menyampaikan kembali perubahan target kelima menjadi 01 Januari 2021;
- Target kelima tersebut diharapkan dapat selesai 100% pada 01 Januari 2021. Belum ada laporan apakah target ini sudah tercapai atau belum.
Sebagaimana diketahui pada bulan Agustus tahun 2018, BUMN PT Telkom bersama PT Pertamina menandatangani perjanjian kerja sama untuk membangun sistem digital Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Digitalisasi SPBU ini merupakan langkah untuk meningkatkan transparansi dan keakuratan data pasokan dan konsumsi BBM.
Digitalisasi adalah proses mengubah informasi nondigital menjadi digital. Jika sebuah perusahaan menggunakan informasi digital tersebut untuk meningkatkan bisnis, menghasilkan pendapatan, atau menyederhanakan beberapa proses bisnis, maka itu disebut digitalisasi. Hasil dari proses digitalisasi dan digitalisasi disebut transformasi digital.
Digitalisasi SPBU dan
cashless payment adalah usaha yang dijalankan Pertamina untuk terus berupaya meningkatkan pelayanan untuk masyarakat, diantaranya melalui program digitalisasi SPBU dan aplikasi MyPertamina. Menurut Pertamina, dengan adanya program digitalisasi SPBU, maka Pertamina dapat memantau kondisi stok BBM, penjualan BBM dan transaksi pembayaran di SPBU.
Selain itu, seluruh data-data tersebut juga dapat diakses secara langsung oleh sejumlah pihak berwenang, seperti Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan BPH Migas sehingga dapat saling mendukung untuk pengawasan penyaluran BBM termasuk yang bersubsidi, yaitu Biosolar (B30) dan Premium.
Namun berbeda dengan BPH Migas, pihak kementerian BUMN menyatakan bahwa proyek digitalisasi SPBU ini sudah selesai. Dalam website resmi kementerian BUMN Jakarta, 19 Januari 2021 disebutkan bahwa proyek digitalisasi di 5.518 SPBU telah rampung pada akhir 2020.
Dikatakan PT Pertamina (Persero) terus melanjutkan program digitalisasi lanjutan dengan mengembangkan sistem baru, yakni
autoplenishment dan
prepurchase di seluruh SPBU.
Dalam penjelasannya, Direktur Penunjang Bisnis PT Pertamina (Persero) menyatakan bahwa transformasi digital dilakukan di seluruh proses bisnis inti di Pertamina, baik dari sisi
upstream, midstream, downstream, maupun
corporate.
Pada sisi
upstream,
upstream production optimization sudah
go live pada 10 Desember tahun lalu, sisi
midstream atau
refinery sudah dilaksanakan
predictive maintenance di Refinery Unit VI Balongan untuk menjaga kehandalan kilang dan stok, dan dalam sisi
corporate adanya integrasi,
joint operational dashboard dari hulu sampai hilir,
digital procurement dan
office automation dengan menggunakan sistem P-Office.
Apa sebenarnya yang terjadi? Jika digitalisasi ini telah selesai, maka sejauh mana manfaat digitalisasi dapat menjadi alat untuk mengontrol BBM bersubsidi, memastikan subsidi yang tepat sasaran, dan mengurangi pencurian BBM subsidi, solar kencingan, solar gelap dan lain sebagainya.
Juga yang paling penting adalah memastikan agar BBM subsidi tidak mengalami kelangkaan. Karena Indonesia ini aneh, kondisi ekonomi belum pulih, konsumsi BBM relatif lebih rendah dari sebelum Covid-19, tapi kuota BBM subsidi malah jebol. Apakah ini dibobol?
Penulis adalah Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)