Ilustrasi gedung Kementerian Keuangan/Net
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan stakeholder terkait untuk menelusuri dugaan tindak pidana korupsi terhadap temuan soal transaksi janggal senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Terkait dengan adanya informasi yang disampaikan oleh Profesor Mahfud, ini juga menjadi warning bagi kami di sini tentunya," ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (30/3).
Asep mengakui, KPK saat ini sedang bekerja sama dengan PPATK dan pihak-pihak lainnya terkait temuan transaksi janggal Rp 349 triliun tersebut.
"Mudah-mudahan, bisa secepatnya diperoleh informasi yang lengkap. Artinya kalau di dalam uang yang sebegitu besar tersebut ada tindak pidana korupsinya, itu menjadi bagian daripada tugas kami, tugas KPK untuk melakukan penelusuran, kemudian juga melaksanakan upaya-upaya penegakan hukum tindak pidana korupsi," pungkas Asep.
Sebelumnya, Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Mahfud MD mengungkapkan soal transaksi janggal Rp 349 triliun di lingkungan Kemenkeu saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI di Gedung Nusantara II, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3).
Menko Polhukam itu menyebutkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Selasa (28/3), di Komisi XI DPR RI mengungkap data keliru terkait nominal transaksi janggal di lingkungan Kemenkeu.
"Kemarin, Ibu Sri Mulyani di Komisi XI menyebut hanya Rp 3 triliun, tetapi yang benar Rp 35 triliun," tegas Mahfud dalam
Mantan Ketua MK itu menguraikan, transaksi janggal di Kemenkeu sebesar Rp 349 triliun berdasarkan Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK terbagi menjadi tiga kelompok, yakni LHA pertama terkait transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu tercatat sebesar Rp 35 triliun.
LHA kelompok kedua yaitu transaksi keuangan mencurigakan di lingkungan Kemenkeu dan pihak lain sebesar Rp 53 triliun. Terakhir, LHA kelompok ketiga, terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal (TPA) dan TPPU dengan transaksi mencurigakan sebesar Rp 260 triliun.
"Sehingga jumlahnya sebesar Rp 349 triliun,
fix," kata Mahfud MD.