Berita

Timnas U-20 membentangkan bendera Merah Putih usai menang melawan Vietnam dan lolos ke Piala Asia U-20 2023/Net

Publika

Mendudukkan Persoalan Timnas Israel

OLEH: RAJA PARLINDUNGAN PANE*
RABU, 29 MARET 2023 | 23:37 WIB

ANAK saya, seorang mahasiswa bertanya, mengapa Tim Sepakbola Israel mesti dilarang bermain di Indonesia. Ada banyak cara untuk menjawabnya, apalagi setelah membaca komentar berbagai pihak di media massa yang pada umumnya menolak dengan alasan konstitusi, ideologi, kondisi dalam negeri, dan lain-lain.

Tetapi saya mencoba menjawab sesuai logika.

“Sebenarnya tidak perlu ada penolakan seandainya saja kita berpikirin logis. Pertama, Indonesia tentu sudah mengetahui risiko menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 dan sejenisnya yang potensial diikuti negara manapun, termasuk Israel. Kedua, sebagai pelaksana acara FIFA, kita tidak punya hak mengatur siapa hadir siapa tidak, tata kelola kejuaraan dan sebagainya, karena itu adalah hak FIFA yang menyetujui Indonesia sebagai tuan rumah. Itulah hukum olahraga. Semua pelaku olahraga pasti tahu itu.”

Anak saya melanjutkan bertanya,

“Apakah Tim Sepakbola Israel itu sama dengan Pemerintah Israel?”

“Jelas berbeda, Nak. Olahraga adalah kegiatan masyarakat. Organisasi sepakbolanya pun independen, tidak boleh diintervensi pemerintah. Coba saja lihat PSSI selama ini melakukan segala sesuatu sesuai aturan main mereka dan pemerintah tidak boleh memaksa harus begini harus begitu, meskipun masyarakat suka geram karena pengurusan sepakbola nasional dianggap amburadul. Kalau ikut campur, malah nanti PSSI bisa dibekukan FIFA.”

“Coba saja lihat Republik Rakyat Cina. Di kegiatan internasional, RRC punya bendera olahraga sendiri, begitu juga Hongkong, atau Taiwan. Satu negara, tiga kontingen, tiga kelompok atlet, karena tiga-tiganya anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC).”

“Jadi sebenarnya olahraga tidak boleh dicampur politik?”

“Mestinya begitu, tetapi sudah berkali-kali terjadi politik memasuki olahraga. Di Olimpiade Moscow 1980, negara-negara Barat memboikot karena negara itu menyerbu Afghanistan. Indonesia dengan berbagai alasan karena waktu itu masih di bawah pengaruh Amerika Serikat, tidak mengirimkan atlet. Giliran di Olimpiade Los Angeles 1984, Uni Soviet dan kelompoknya melakukan boikot, dengan alasan pula.”

“Lalu inti penolakan yang disampaikan sejumlah tokoh di media massa itu?”

“Ya terus terang, kalau politisi yang bicara, anggap saja itu mulut busuk yang omongannya sampah, dia bicara semaunya. Pagi tempe, sore kedelai. Tergantung kepentingan dirinya ataupun partainya. Kalau tokoh agama, mestinya ya jangan mengada-ada, jernih melihat persoalan. Bukankah kita diminta bersikap adil kepada siapapun? Apapun bangsa dan agamanya. Suka tidak suka, kalau dia punya hak, ya harus kita akui, ya kita hargai haknya.”

“Soal konstitusi, anti penjajahan, itu lebih mengada-ada lagi. Indonesia seharusnya jangan bertanding dengan RRC dong yang sampai kini masih menjajah Tibet. Jangan bertanding dengan India dong yang sampai kini masih ‘menjajah’ Kashmir yang mayoritas Muslim.”

Toh selama ini pun, Indonesia selalu konsisten memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan tidak pernah mundur selangkah. Apa saja sudah dilakukan sampai Dubes Palestina juga memberi support pada Indonesia untuk menjadi penyelenggara Piala Dunia U-20.

“Ini olahraga, harus dijauhkan dari politik. Justru olahraga seharusnya menjadi jembatan untuk menjalin persahabatan, bertemu, bertanding, ada peluang para atlet untuk saling memperkenalkan diri, mengenal budaya, mengetahui sikap dan jalan pikiran masing-masing yang pasti berguna untuk menambah wawasan. Tidak lagi seperti katak dalam tempurung,” saya jelaskan ke anak yang terlihat masih mengantuk sehabis sahur.

“Politisi itu otaknya sempit, berolahraga saja mungkin tidak pernah maka pasti tidak sehat pula badannya. Kalau atlet internasional ya biasa bertemu sejawat dari macam- macam negara. Atlet itu bisa ngobrol dengan siapa saja, entah di kantin, di sela-sela pertandingan, di hotel, mana pernah memandang bangsa. Mereka cinta tanah air, tetapi bukan berarti membenci atlet lain. Tunjukkan prestasi di lapangan, menang, itu sikap sportif. Kalau kalah, akui kemenangan lawan, berlatih lagi agar lebih siap untuk menang,” begitu semestinya.

“Mental atlet seperti ini jangan dirusak, bisa hancur kita.”

Jadi kembali ke pokok persoalan, biarkan sajalah Piala Dunia U-20 tetap menjadi ajang olahraga sebagaimana seharusnya. Karena Timnas Israel sudah berjuang keras untuk lolos ke putaran final, hak mereka harus kita hargai. Biarkan mereka datang dan bertanding. Kalau tidak mau menonton Timnas Israel, ya gak usah.

Setiap kesempatan adalah peluang. Keberhasilan menjadi tuan rumah yang baik, walaupun nanti Timnas Indonesia tidak berhasil di kejuaraan, adalah public relation bagus bagi Indonesia. Seperti pelaksanaan Asian Games 2018 yang sukses, Piala Dunia U-20 dapat menjadi promosi event berikutnya seperti Olimpiade. Ayo, kembali ke akal sehat.

*Penulis adalah pecinta sepakbola Indonesia

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya