Berita

Wakil Ketua DPW Nasdem, Moch Eksan/RMOL

Publika

Nasdem dan Kontra Budaya Larangan Bukber

OLEH: MOCH EKSAN*
MINGGU, 26 MARET 2023 | 14:10 WIB

DPP Partai Nasdem menggelar buka bersama di Ballroom Nasdem Tower pada Sabtu, 25 Maret 2023. Acara ini dihadiri oleh tidak kurang dari 500 orang dari internal dan eksternal partai. Nampak hadir Capres Anies Rasyid Baswedan, dan 6 petinggi partai di Senayan.

Terlihat Ketua Umum DPP Partai Nasdem, Surya Paloh, Ketua Umum DPP Golkar, Airlangga Hartarto, Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Agus Harimukti Yudhoyono, Sekjen PKS, Habib Aboe Bakar Al-Habsy, dan Wakil Ketua Umum DPP PPP, Rusli Effendi.

Tidak ketinggalan, Wakil Presiden SBY dan Jokowi pada periode pertama, HM Jusuf Kalla, juga hadir bersama dengan beberapa pimpinan MPR dan DPR RI. Acara Bukber ini menunjukkan Nasdem telah menjadi episentrum politik baru nasional.

Bahkan, dalam konteks kultural, Bukber Nasdem menjadi counter culture (kontra budaya) dari pelarangan bukber pemerintah Jokowi, sebagaimana Surat Edaran Sekkab Nomor: R-38/Sekkab/DKK/3/2023 Perihal Arahan Terkait Penyelenggaraan Buka Puasa Bersama tertanggal 21 Maret 2023.

Di tengah kontroversi SE tersebut, Nasdem justru memilih untuk tidak mengikuti arahan pemerintah. Sebab, larangan itu sebatas pada ASN dan pejabat di kementerian/lembaga, kejaksaan, TNI dan Polri.

Seperti ditegaskan oleh Pramono Anung sendiri, larangan bukber ini tidak berlaku pada institusi di luar pemerintah. Pemerintah tidak membatasi kegiatan bukber masyarakat sebagai sarana untuk meningkatkan silaturahmi. Apalagi, bukber itu jelas-jelas untuk meningkatkan silaturahmi nasional setahun menjelang Pemilu 2024.

Nasdem tak ikut-ikutan memprotes larangan bukber di instansi pemerintah, dan juga tak turut serta mendesak Presiden Jokowi mencabut larangan bukber yang dinilai anti Islam, tapi langsung menggelar bukber sebagai tradisi agung Ramadhan yang rutin dilaksanakan sebelum Pandemi Covid-19.

Tesis bapak sosiologi dunia, Ibnu Khaldun ternyata kurang efektif dalam memotret kasus bukber di Indonesia. Ungkapan pengarang Kitab Muqaddimah ini Al-Insan 'ala Dini Mulkihi (Manusia bergantung pada agama penguasanya), terbukti kurang relevan untuk mengurai kontra budaya penguasa yang menginginkan meniadakan bukber dengan alibi transisi dari pandemi pada endemi Covid-19.

Kebijakan rezim penguasa ini dipandang bertentangan dengan nilai kebebasan beragama dan kebebasan menjalankan agama sesuai dengan keyakinan masig-masing yang dijamin oleh konstitusi. Pelarangan bukber mengurangi syiar Ramadhan yang menyunahkan memberi makan kepada orang yang  berpuasa.

Apalagi, memberi makan kepada orang berpuasa merupakan nilai keutamaan yang  mendapat pahala sangat besar. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, "Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga."

Memang, Nasdem bukan partai berasas agama atau berbasis agama tertentu. Namun, partai yang mengusung gerakan perubahan restorasi Indonesia ini, mengambil inisiatif kontra budaya ala David Platt. Suatu gerakan kontra budaya agama yang ditentang oleh para pemeluknya. Mereka melawan hegemoni moral dan kultural agama yang tak senafas dengan nilai keutamaan peradaban manusia modern.

Teori kontra budaya David Platt di atas merupakan wujud kekecewaan terhadap ambruknya nilai-nilai sosial Kristiani. Pandangan ini bisa menjadi perspektif dalam menganalisis kontra budaya dari rezim berkuasa. Mereka lupa, bukber itu trendsetter budaya universal. Siapapun pasti suka terhadap perjamuan makan agung. Apalagi jamuan buka puasa yang mengandung nilai spiritual dan sosial sekaligus.

Rezim berkuasa saat ini sedang linglung. Mereka tak menyangka larangan bukber telah melawan arus akal sehat. Publik sedang memilik gairah  
beragama yang tinggi untuk melipatgandakan kebaikan. Sekonyong-konyong, kebijakan tersebut mengingatkan pada dampak buruk dari Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bagi kesehatan sosial.

Selama lebih dua tahun Pandemi Covid-19, publik seperti menjadi "tahanan rumah". Kini, setelah pemerintah mencabut kebijakan PPKM, berhasil melakukan program vaksinasi massal, terbentuk herd immunity (kekebalan kelompok), serta kasus infeksi dan kematian akibat Covid-19 terkendali, malah ujug-ujug pemerintah mau melakukan pengetatan kembali. Bisa dipastikan, kebijakan ini sangat resisten.

Protes dari beberapa tokoh masyarakat seperti Yusril Ihza Mahendra, Din Syamsuddin, Said Aqil Siradj dan lainnya, mewakili suara publik yang menangkap kepentingan tersembunyi pemerintah. Tudingan anti Islam pun sulit dibantah. Apalagi rezim berkuasa justru telah menggelar resepsi pernikahan putranya dengan undangan lebih dari 3000 orang.

Double standard pemerintah nyata-nyata dalam menyikapi  dua potensi kerumunan sosial di atas. Bukber dilarang, sedangkan resepsi pernikahan justru digelar. Perlakuan yang tak sama merupakan pangkal ketidakadilan yang menyulut api perlawanan dan panjatan doa dari orang yang didhalimi.

Sesungguhnya, pelarangan bukber   termasuk structural injustice  (ketidakadilan struktural) dalam istilah Madison Powers dan Ruth Faden. Suatu bentuk ketidakadilan yang bersumber dari kebijakan negara. Pengalaman di berbagai negara, muncul perlawanan rakyat sebentuk civil disobedience (pembangkangan sipil).

Pelarangan bukber terbukti sangat menyakinkan tak berjalan efektif. Ketua DPR RI, Puan Maharani misalnya yang merupakan rekan separtai Presiden Jokowi malah hadir acara bukber Krisdayanti yang merayakan Ultah ke-48.

Ini fakta bahwa kebijakan pelarangan bukber  pemerintah tak bertuah sama sekali. Para pejabat banyak yang membangkang dan memilih kegiatan bukber yang sangat menyenangkan serta mendekatkan diri dengan Tuhan dan sesama manusia

Jadi, bukber Nasdem sebenarnya dapat dibaca sebagai counter attack (serangan balik) terhadap "serangan" pemerintah terhadap perjamuan agung buka puasa. Nasdem berani mengawali dari semua institusi apapun  yang ada "melawan" kebijakan pemerintah yang tak berdasar ini.

Sementara, pemerintah itu sendiri telah kehilangan legitimasi moral dan sosial mengatur kegiatan bukber. Ini sinyal kuat bahwa rezim yang berkuasa mau bubar barisan.

*Penulis adalah Pendiri Eksan Institute

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

BRI Salurkan KUR Rp27,72 Triliun dalam 2 Bulan

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

Badai Alfred Mengamuk di Queensland, Ribuan Rumah Gelap Gulita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:38

DPR Cek Kesiapan Anggaran PSU Pilkada 2025

Senin, 10 Maret 2025 | 11:36

Rupiah Loyo ke Rp16.300 Hari Ini

Senin, 10 Maret 2025 | 11:24

Elon Musk: AS Harus Keluar dari NATO Supaya Berhenti Biayai Keamanan Eropa

Senin, 10 Maret 2025 | 11:22

Presiden Prabowo Diharapkan Jamu 38 Bhikkhu Thudong

Senin, 10 Maret 2025 | 11:19

Harga Emas Antam Merangkak Naik, Cek Daftar Lengkapnya

Senin, 10 Maret 2025 | 11:16

Polisi Harus Usut Tuntas Korupsi Isi MinyaKita

Senin, 10 Maret 2025 | 11:08

Pasar Minyak Masih Terdampak Kebijakan Tarif AS, Harga Turun di Senin Pagi

Senin, 10 Maret 2025 | 11:06

Lebaran di Jakarta Tetap Seru Meski Ditinggal Pemudik

Senin, 10 Maret 2025 | 10:50

Selengkapnya