Berita

Ilustrasi/Net

Dahlan Iskan

Riyadh Muda

SELASA, 21 MARET 2023 | 05:20 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

SETELAH membeli Newcastle United, pangeran yang Anda kenal baik itu akan membuat hat-trick: membangun airline baru, bandara baru, dan kota masa depan baru.

Yang terakhir itu Anda sudah tahu: Neom. Yang terbaru adalah ambisinya untuk mengalahkan tiga perusahaan penerbangan sohibnya sendiri: Emirates, Etihad, dan Qatar Airways. Dua yang lainnya lagi ia anggap kecil: Oman Air dan Gulf Air.

Pangeran Mohammed bin Salman Al Saud pilih jalan paling cepat: mendirikan perusahaan penerbangan baru saja. Riyadh Air. Dari pada membesarkan perusahaan yang sudah berdiri lama: Saudia Airlines.

Membenahi Saudia mungkin dianggap ruwet. Sejarahnya sudah begitu panjang. Lebih tua 50 tahun daripada Emirates. Tapi Saudia seperti dilindas habis si pendatang baru.

Maka dalam sekejap, Riyadh Air akan dilahirkan langsung besar. Riyadh Air langsung membeli 200 pesawat. Semua pesawat berbadan lebar: Boeing 787 Dreamliner dan Airbus 350.

Dengan memilih tipe pesawat seperti itu tujuannya jelas: menguasai jalur penerbangan internasional. Ia akan menjadi hub untuk penerbangan Asia, Eropa, dan Afrika.

Itu berarti Riyadh Air akan berusaha menggeser Emirates milik Uni Emirat Arab. Negara sekecil Dubai memang mengejutkan: dalam waktu pendek berhasil melahirkan perusahaan penerbangan terbesar di dunia.

Bahkan UEA yang begitu kecil dibanding Arab Saudi masih juga punya Etihad: di Abu Dhabi. Etihad memang tidak sesukses Emirates. Etihad mensponsori Manchester City sedang Emirates memilih Arsenal.

Bagi penumpang dari Indonesia lahirnya Riyadh Air membuat pilihan semakin banyak. Terutama untuk tujuan umrah, ke Eropa atau pantai timur Amerika. Juga untuk terbang ke Afrika dan pantai timur Amerika Latin seperti Rio de Janeiro.

Untuk tujuan-tujuan tersebut lewat Qatar, Dubai, Abu Dhabi, Oman atau kelak lewat Riyadh sama saja. Lima bandara itu letaknya di sekitar situ-situ juga. Saya pernah ke Amerika lewat Qatar, Dubai, dan Abu Dhabi. Ke Eropa lewat Oman. Tidak ada bedanya. Tinggal lewat Riyadh yang belum. Dua kali lewat Riyadh hanya untuk ke Madinah.

Belakangan saya lebih sering memilih Emirates karena pesawatnya: Airbus 380. Emirates memang pemilik terbanyak pesawat yang belum bisa mendarat di Indonesia itu.

Tapi jenis pesawat A380 sudah tidak diproduksi lagi. Riyadh Air memilih Boeing 787 Dreamliner. Tidak ada yang istimewa. Japan Airlines atau All Nippon Airways sudah lama memilikinya.

Mungkin Riyadh Air akan memainkan desain interiornya. Agar sama-sama 787 tapi beda rasa.

Itu terlihat di pengaturan interiornya A380. Saya pernah naik A380 dari Frankfurt ke Beijing. Milik South China Airlines. Rasanya begitu beda dengan pesawat sejenis milik Emirates. Emirates bisa mendesain A380 begitu mewahnya.

Keunggulan yang akan dimainkan Riyadh Air adalah bandaranya. Kemegahan bandara Dubai Anda sudah tahu. Jauh mengalahkan Abu Dhabi, Muscat di Oman, maupun Doha di Qatar.

Maka Riyadh Air tidak akan menggunakan bandara International Riyadh yang sekarang. Yang namanya King Khalid International Airport.

Pangeran Mohammed bin Salman pilih membangunkan bandara baru untuk Riyadh Air. Luasnya 57 km2. Landasan pesawatnya jejer enam sekaligus. Tiga untuk mendarat bersamaan, tiga untuk takeoff bersamaan.

Bandara baru itu diberi nama sama dengan nama ayahnya: King Salman International Airport.

Rasanya baru di Riyadh nanti ada bandara sampai punya enam runway. Bandara besar Heathrow London hanya punya 2 runway. Bandara John F. Kennedy New York punya empat runway. Bandara Atlanta punya 5 runway.

Ups, saya lupa, bandara Chicago O'Hare punya 8 runway. Dan semua itu kalah dengan bandara Morotai di Maluku Utara: punya 9 runway. Begitu pentingnya Morotai pada masa perang dunia kedua.

Juanda Surabaya belum juga bisa membangun runway kedua. Akibatnya sampai sekarang belum ada penerbangan malam dari dan ke Juanda. Sampai tiga bulan ke depan waktu malam di Juanda dipergunakan untuk perbaikan landasan.

Membangun bandara sekaligus enam landasan di Riyadh apalah sulitnya. Mau 15 landasan pun bisa. Tanah ada. Uang ada. Kemauan Pangeran Mohammed sangat besar. Tidak ada satu pun yang meragukan rencana itu tertunda.

Siapa CEO Riyadh Air pun sudah diputuskan: Tony Douglas. Jabatan terakhirnya: CEO Etihad. Sebelum itu ia sudah muter-muter di berbagai jabatan terkait perusahaan penerbangan di jazirah Arab.

Meski kelihatannya akan saling bunuh di sesama tetangga Arab bisa juga semua itu mengurangi pasar perusahaan penerbangan Asia. Sejak ada Emirates, Qatar, dan Etihad saya belum pernah naik Singapore Airlines. Sudah begitu lama. Tentu banyak juga yang seperti saya.

Pangeran Mohammed kelihatannya begitu sadar: Arab Saudi lebih besar segala-galanya dibanding semua tetangganya yang mini-mini itu. Tapi mengapa kalah segala-galanya.

Anak muda memang beda.


Populer

Gempa Megathrust Bisa Bikin Jakarta Lumpuh, Begini Penjelasan BMKG

Jumat, 22 Maret 2024 | 06:27

KPK Lelang 22 iPhone dan Samsung, Harga Mulai Rp575 Ribu

Senin, 25 Maret 2024 | 16:46

Pj Gubernur Jawa Barat Dukung KKL II Pemuda Katolik

Kamis, 21 Maret 2024 | 08:22

KPK Diminta Segera Tangkap Direktur Eksekutif LPEI

Jumat, 22 Maret 2024 | 15:59

Bawaslu Bakal Ungkap Dugaan Pengerahan Bansos Jokowi untuk Menangkan Prabowo-Gibran

Rabu, 27 Maret 2024 | 18:34

Connie Bakrie Resmi Dipolisikan

Sabtu, 23 Maret 2024 | 03:11

KPK Lelang Gedung Lampung Nahdiyin Center

Selasa, 26 Maret 2024 | 10:12

UPDATE

Jelang Piala AFF dan AFC, 36 Pemain Masuk Seleksi Tim U-16 Tahap Dua

Jumat, 29 Maret 2024 | 08:02

Gunung Semeru Kembali Erupsi, Warga DIminta Tak Beraktivitas

Jumat, 29 Maret 2024 | 07:25

Kemnaker Gelar Business Meeting Pengembangan SDM Sektor Pariwisata

Jumat, 29 Maret 2024 | 07:11

2.098 Warga Terjangkit DBD, Pemkot Bandung Siagakan 41 Rumah Sakit

Jumat, 29 Maret 2024 | 07:01

Sebagian Wilayah Jakarta Diprediksi Hujan Ringan

Jumat, 29 Maret 2024 | 06:21

Warga Diimbau Lapor RT sebelum Mudik Lebaran

Jumat, 29 Maret 2024 | 06:11

Generasi Z di Jakarta Bisa Berkontribusi Kendalikan Inflasi

Jumat, 29 Maret 2024 | 06:04

Surat Dr Paristiyanti Nuwardani Diduga jadi Penyebab TPPO Farienjob Jerman

Jumat, 29 Maret 2024 | 06:00

Elektabilitas Cak Thoriq Tak Terkejar Jelang Pilkada Lumajang

Jumat, 29 Maret 2024 | 05:42

Satpol PP Diminta Jaga Perilaku saat Berinteraksi dengan Masyarakat

Jumat, 29 Maret 2024 | 05:31

Selengkapnya