Berita

Gedung Pertamina/Net

Publika

Pertamina Bangun 10 Depo, Bebaskan Tanah 2 Ribu Hektare, Syaratnya?

SENIN, 06 MARET 2023 | 13:23 WIB | OLEH: SALAMUDDIN DAENG

KALAU punya uang, semua rencana bisa dijalankan dengan mulus, termasuk membangun 10 terminal penampung BBM atau depo penganti Depo Plumpang, imbas kebakaran yang menelan korban jiwa dan belakangan diminta agar direlokasi karena tanah lokasi depo sudah dipadati penduduk.

Namun semua bisa dijalankan kalau pemerintah menolong Pertamina, sehingga Pertamina bisa dapat uang dari keuntungan dalam menjual BBM. Dengan demikian Pertamina bisa punya uang dan dengan uang tersebut, maka bisa membangun depo-depo baru, merawatnya, memeliharanya, dengan level safety tertinggi sebagaimana layaknya penampungan bahan bakar dalam jumlah miliaran liter.

Pertanyaannya, apakah Pertamina bisa dapat uang dari untung berdagang BBM? Mari kita lihat sekarang ini, semua yang dinamakan keuntungan Pertamina dari hulu sampai ke hilir dalam bisnis BBM semuanya diatur dengan regulasi. Jadi tidak ada laba atau untung dalam definisi yang sebenarnya dari sisi hukum bisnis dan teori dagang.

Pada dasarnya pemerintah telah mengambil terlalu banyak uang dari rantai suplai BBM. Dengan berbagai macam pajak dan pungutan, pemerintah mengambil sebagian besar uang untuk dimasukkan ke APBN dan hanya sedikit sekali atau secuil yang disisakan bagi BUMN Pertamina.

Bayangkan dari jual BBM, pemerintah langsung memungut 15 persen dari nilai perdagangan BBM dalam bentuk PPN dan PBBKB. Artinya pemerintah langsung untung Rp 120 triliun lebih per tahun dari bisnis BBM yakni dari jual Solar, Pertalite, Pertamax serta LPG. Ini belum termasuk pajak dan pungutan di bagian hulu, kilang dll. Pemerintah bisa meraup Rp 240 hingga 300 triliun setahun. Bayangkan kalau pendapatan bersih Pertamina sebesar pajak dan pungutan BBM. Pertamina akan menjadi perusahaan paling kaya di dunia. Nomor 1.

Berapa yang bisa didapat Pertamina sekarang, ya hanya secuil, karena semua diatur dengan regulasi dan tekanan politik lainnya. Harga Solar dan Pertalite dijual rugi dengan janji adanya uang pengganti subsidi dan kompensasi kepada Pertamina.

Bagaimana dengan jenis BBM lainnya, tekanan politik tidak memperbolehkan Pertamax Ron 92 disesuaikan harganya agar masuk akal dari sisi dagang. Pertamina kadang rugi. Tahun lalu bisa untung sedikit dilaporkan Rp 29,7 triliun. Itupun berasal dari subsidi dan kompensasi. Itupun kalau benar dibayar oleh pemerintah tepat waktu.

Lalu bagaimana Pertamina dan depo-deponya bisa dapat uang untuk menjaga pipa pipa yang bocor, rusak atau berkarat, lalu bagaimana Pertamina menjaga keamanan pipa-pipa yang melintasi kampung-kampung agar tidak dibocorkan oleh orang orang yang kurang waras. Semua perlu uang, perlu biaya, perlu ongkos. Jadi daripada jadi masalah serahkan saja plumpang untuk dikelola oleh Menteri ESDM dan Menteri Keuangan yang selama ini menikmati hasil yang paling besar dari penjualan BBM di Jakarta dan sekitarnya.

Kalau semua uang yang diperlukan bagi safety tidak dapat disediakan, maka ke depan perlu segera dipikirkan agar BBM tidak lagi diperdagangkan di Jakarta. Karena keamanan penampungan BBM itu nomor satu, karena aspek safety tidak bisa ditawar-tawar.

Sehingga kalau tidak cukup uang untuk menjaga safety, baik secara internal di dalam maupun di luar lingkungan depo atau sekitar lokasi terdampak, maka mulai saat ini pemerintah segera berpikir berhenti menggunakan BBM dan mengembangkan mobil listrik, termasuk mobil Esemka listrik agar menjadi mobil listrik kelas dunia dengan menetapkan captive market-nya Jakarta. Sudah saatnya! Biar wilayah luar Jakarta saja yang memakai BBM. Jakarta sudah tak ada tempat lagi membangun terminal storage penampungan BBM kapasitas besar miliaran liter. Bahaya!

Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

Populer

Rocky Gerung Ucapkan Terima Kasih kepada Jokowi

Minggu, 19 Mei 2024 | 03:46

Pengamat: Jangan Semua Putusan MK Dikaitkan Unsur Politis

Senin, 20 Mei 2024 | 22:19

Dulu Berjaya Kini Terancam Bangkrut, Saham Taxi Hanya Rp2 Perak

Sabtu, 18 Mei 2024 | 08:05

Bikin Resah Nasabah BTN, Komnas Indonesia Minta Polisi Tangkap Dicky Yohanes

Selasa, 14 Mei 2024 | 01:35

Massa Geruduk Kantor Sri Mulyani Tuntut Pencopotan Askolani

Kamis, 16 Mei 2024 | 02:54

Aroma PPP Lolos Senayan Lewat Sengketa Hasil Pileg di MK Makin Kuat

Kamis, 16 Mei 2024 | 14:29

IAW Desak KPK Periksa Gubernur Jakarta, Sumbar, Banten, dan Jateng

Senin, 20 Mei 2024 | 15:17

UPDATE

Jelang Long Weekend, IHSG Ditutup Cerah ke Level 7.222

Kamis, 23 Mei 2024 | 08:01

Prabowo Pastikan Tidak Anti Kritik, asal Objektif

Kamis, 23 Mei 2024 | 07:41

Sahroni Sayangkan Pengusiran Warga Kampung Bayam

Kamis, 23 Mei 2024 | 07:24

Libur Waisak, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan

Kamis, 23 Mei 2024 | 07:01

Pj Gubernur Jabar Optimistis Polisi Mampu Usut Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Kamis, 23 Mei 2024 | 06:48

Caleg Terpilih DPRD Mojokerto Dilaporkan ke Polisi

Kamis, 23 Mei 2024 | 06:22

Bukan Anak Pejabat, Pegi Perong Ternyata Cuma Kuli Bangunan

Kamis, 23 Mei 2024 | 06:08

Tak Didampingi Armuji saat Silaturahmi ke Golkar Surabaya, Ini Alasan Eri Cahyadi

Kamis, 23 Mei 2024 | 05:49

Emak-emak Pedagang Pasar di Tegal Dukung Sudaryono

Kamis, 23 Mei 2024 | 05:35

Dapat 3 Kali Makan Sehari, Katering Jemaah di Tanah Suci Disiapkan 78 Dapur

Kamis, 23 Mei 2024 | 05:15

Selengkapnya