Miswar Fuady bersama pengurus PNA/RMOLAceh
Politik identitas adalah hal yang tak dapat dihindari dalam proses Pemlihan Umum (Pemilu). Terlebih tak selamanya politik identitas itu menyimpan keburukan.
"Tentunya politik identitas tidak selama buruk, yang buruk itu politisasi identitas," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nanggroe Aceh (PNA), Miswar Fuady, kepada Kantor Berita RMOLAceh, Sabtu (18/2).
Menurut Miswar, politisi atau partai politik tidak cukup hanya mengandalkan adu gagasan untuk meraih suara masyarakat. Dalam hal ini, kampaye berbau identitas juga sangat diperlukan.
Meski demikian, kata dia, adu gagasan untuk membangun suatu juga sangat diperlukan. Misalnya bagaimana menekan angka kemiskinan, membangun insfrastruktur, kesejahteraan rakyat, dan lainnya.
Miswar menilai, politik identitas ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Bahkan Amerika Serikat, serta negara-negara eropa lainnya ketika bertarung tidak terlepas dari politik identitas.
Karena itu, Miswar sepakat dengan Amy Gutmann yang mengatakan bahwa demokrasi tidak hanya soal kepentingan yang bersifat rasional, tetapi juga soal identitas. Demokrasi akan kehilangan konstelasi tanpa identitas di dalamnya.
"Karena identitas dalam demokrasi adalah wujud dari agregasi kepentingan yang merefleksikan realitas masyarakat," terang Miswar.
Miswar mengatakan, membebaskan demokrasi sepenuhnya dari politik identitas adalah hal yang sulit terwujud. Maka yang diperlukan adalah penegakan mekanisme yang memastikan praktik-praktik identitas dilakukan secara beradab.
"Karena kalau tidak akan menimbulkan perpecahan di masyarakat," tutupnya.