Para anggota konstituen Dewan Pers meminta agar induk organisasi pers di Indonesia itu membuka draf mengenai rancangan peraturan presiden (perpres) tentang kerja sama platform global dengan media daring nasional yang dikenal dengan nama Perpres Media Sustainability.
Ketika berpidato di acara Hari Pers Nasional pada 9 Februari lalu di Medan, Presiden Joko Widodo meminta agar draf ini harus selesai dalam waktu sebulan.
“Saya minta Dewan Pers harus terbuka, dengan menyampaikan draf peraturan presiden yang disampaikan ke Sekretariat Negara tersebut kepada publik,†ujar Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Sasmito Madrim, dalam pertemuan antara anggota Konstituen dengan Dewan Pers di Gedung Dewan Pers, Selasa (14/2).
Tuntutan AJI itu mendapat dukungan dari Wakil Sekjen Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Suprapto Sastro Atmojo; Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Herik Kurniawan, yang hadir bersama tim IJTI, Wahyu Triyoga; Wakil Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Yono Hartono; Toto Sutarto SH dari Serikat Perusahaan Pers (SPS); Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI); serta Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wenseslaus Manggut, yang hadir secara daring.
“Jangan sampai kita mengritik pemerintah untuk selalu melibatkan publik tapi kita justru tidak melaksanakannya,†imbuhnya.
Dia menjelaskan, draf perpres itu sudah dibahas sejak dua tahun lalu oleh para konstituen dengan Dewan Pers selaku koordinator. Dalam perjalanannya, draf itu mengalami beberapa perubahan sesuai dengan masukan konstituen.
Terhadap kalangan yang mengklaim sebagai pemilik draf perpres itu, Sasmito menamakannya sebagai romli (rombongan liar). AJI siap melakukan somasi atas klaim tersebut.
Sementara itu, menurut Suprapto, PWI juga cukup intens melakukan pembahasan, sampai mengadakan rapat di Bandung. Ini dilakukan demi terciptanya iklim dan ekosistem media yang lebih baik.
Oleh karena itu, kalau ada pihak yang merasa sebagai pemilik draf tersebut, ini dinilainya telah mencederai kebersamaan dan akan berhadapan dengan konstituen Dewan Pers yang selama ini telah memberikan kontribusi dalam dalam penyusunannya.
Sedangkan Herik melihat sebuah keanehan apabila draf yang disusun bersama itu diklaim oleh kelompok lain.
“Dewan Pers harus terbuka dan bisa menyatukan draf perpres tersebut. IJTI siap mengawal rancangan perpres media sustainability,†tegas Herik.
Wens Manggut menambahkan, baginya yang penting adalah dalam penyusunannya harus klir (jelas), mengatur mengenai fungsi dari lembaga yang akan menjalankan perpres itu. Lembaga tersebut juga harus bisa mengambil posisi dan hubungannya dengan Dewan Pers.
Manggut tak sepakat dengan konsep remunerasi. Ia lebih melihat itu sebagai bagi hasil (sharing revenue) karena ini menunjukkan kinerja media dalam memproduksi konten berkualitas.
Ia menyarankan agar Dewan Pers mengirim surat ke presiden untuk memperjelas soal ini. Intinya kalau pemerintah menerapkan kebijakan satu pintu, itu akan lebih mudah.
Yono menimpali, bila ada pihak yang bersikap eksklusif dan hanya mementingkan kelompoknya, itu berbahaya.
“Gerombolan yang eksklusif hanya mementingkan kelompoknya, itu tidak berkeadilan. Dewan Pers harus menjaga kemandirian dan keadilan,†paparnya.
Harapan sama disampaikan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) yang diwakili oleh Maulana sebagai wakil sekjen.
Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu; Wakil Ketua Dewan Pers, Muhamad Agung Dharmajaya; dan anggota Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro, menyatakan setuju atas masukan dari konstituen tersebut. Karena pada dasarnya Dewan Pers mengemban amanat yang diberikan oleh anggota konstituen.
Tenaga ahli bidang hukum Dewan Pers, Hendrayana, mengaku sudah menyampaikan legal anotasi dari hasil kajian akademis yang dilaksanakan Dewan Pers. Hasil kajian tersebut menyatakan, perpres itu menjadi bagian dari Undang-undang Pers No 40/1999 yang diatur dalam pasal 15.
Dalam hal ini, UU Pers menyatakan bahwa tidak ada lembaga lain yang mendapatkan amanah untuk mengatur pers selain Dewan Pers. Dalam pelaksanaan operasionalnya, Dewan Pers selalu melibatkan konstituen. Hendra menambahkan, bahwa norma hukum untuk mengatur media di masa mendatang harus selalu dikedepankan.
Adapun 11 Konstituen Dewan Pers adalah AJI, PWI, SPS, IJTI, SMSI, AMSI, JMSI, PFI (Pewarta Foto Indonesia), ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia), ATVLI, dan PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Indonesia).