Perubahan status kepegawaian Riki Douglash Ambrauw sebagai Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Papua disoal, lantaran muncul dugaan pemalsuan surat pengunduran dirinya ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Papua.
Lembaga Advokasi Kebijakan Publik (LAKP) angkat suara menyoroti kasus dugaan pemalsuan surat pengunduran diri palsu Riki Ambrauw yang diduga melibatkan oknum pejabat di BKD Papua pada November 2021 silam.
Kasus ini terkuak setelah ada laporan dari Riki Ambrauw ke Polda Papua melalui Ditreskrimum atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat pengunduran dirinya.
Kepala Sub Bidang Pengembangan Karier BKD Provinsi Papua, Yehezkiel Ben Tecuari membenarkan adanya kasus dugaan pemalsuan surat pengunduran diri atas nama Riki Ambrauw dari jabatan Kadishub Papua.
"Iya, benar kasus ini sedang ditangani Polda (Papua)," ujar Tacuari dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/2).
Tacuari mengaku telah diperiksa penyidik Polda Papua beberapa waktu lalu terkait kasus tersebut dengan beberapa pejabat BKD yang lainnya yaitu pelaksana tugas (Plt) Kepala BKD, Jackson Elabi dan Kepala BKD Provinsi Papua, Marthen Kogoya yang saat ini menjabat sebagai Pj. Bupati Tolikara, Provinsi Papua Pegunungan.
Namun, ketika dimintai penjelasan lebih lanjut, Tacuari enggan menanggapinya dan hanya mengatakan dirinya tidak memiliki wewenang untuk menjelaskan.
"Silakan tanyakan kepada Plt Kepala BKD," tambahnya.
Merespons hal ini, Ketua Lembaga Advokasi Kebijakan Publik (LAKP) A. Rasyid mengapresiasi langkah cepat Polda Papua karena telah menangani kasus ini dengan memeriksa sejumlah pihak dari pejabat BKD Provinsi.
Dia menegaskan, kasus ini sangat mudah untuk ditangani dan tidak membutuhkan waktu yang lama, karena sudah jelas ada korban atau pihak yang dirugikan dan sudah melaporkan, sehingga tinggal ditelusuri siapa yang membuat, menyuruh dan yang menggunakan serta untuk keperluan apa surat itu dipalsukan.
"Jadi sederhana sekali. Kasus seperti ini tidak mungkin dilakukan oleh staf atau pejabat di bawah, karena mereka bukan decision maker atau pengambil keputusan," tuturnya.
"Jadi ini pasti melibatkan pejabat teras di BKD yang tujuannya adalah untuk membenarkan sebuah kebijakan yang telah diambil atau yang akan diambil," tambahnya.
Menurut Rasyid, karena dugaan kasus ini merupakan sebuah kejahatan birokrasi, maka penegak hukum yang dalam hal ini Polda Papua, diharapkan sungguh-sungguh memproses kasus ini dan menyeret mereka yang terlibat ke ranah hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Apalagi menurutnya, pejabat tertinggi di BKD Provinsi Papua saat ini menjabat sebagai Pj. Bupati di salah satu kabupaten, sehingga ini perlu diusut tuntas untuk mempertegas integritas yang bersangkutan.
"LAKP akan pantau dan kawal kasus ini hingga tuntas karena reformasi birokrasi merupakan salah satu program prioritas dari Pemerintahan Presiden Joko Widodo, sehingga tidak boleh ada pejabat di daerah yang bermain-main dengan kasus seperti ini," ucap Rasyid.
"Harusnya bukan hanya pidana saja yang diproses tapi juga pelanggaran kode etik dan kode perilaku ASN juga diproses sebagaimana ketentuan UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)," tandasnya.