Dua karya tentang perempuan di Afghanistan yang dilahirkan oleh seniman Sayed Muhammad Hussainy/Aljazeera
Kartunis Afghanistan yang saat ini menjadi pengungsi di Jerman ikut membantu memperkuat suara perempuan di bawah kekuasaan Taliban melalui karya-karyanya.
Seniman yang bernama Sayed Muhammad Hussainy membuat desain yang memperlihatkan seorang perempuan dengan wajah muram dikelilingi oleh sekelompok pria yang membawa senjata dan menargetkan perempuan.
“Saya ingin memperkuat suara perempuan Afghanistan, saya ingin menunjukkan kebenaran tentang apa yang terjadi pada perempuan di negara saya,†kata Sayed.
Menurut Sayed, karyanya kini telah berbeda dengan karakter yang ceria dan pemberani yang biasa ia tampilkan sebelum Taliban berkuasa.
Hal itu dilakukan karena keprihatinannya atas nasib kampung halamannya itu yang saat ini tengah mengalami berbagai kondisi yang mengerikan.
“Anda bisa melihat perbedaan karya seni saya sebelum dan sesudah Taliban mengambil alih, ini seperti siang dan malam (sangat berbanding terbaik)," ujarnya.
Melalui wawancaranya dengan Aljazeera, yang dimuat pada Sabtu (28/1), Sayed mengaku bahwa ia ingin menunjukkan rasa sakitnya kepada seluruh dunia, melalui karyanya, sebagai bentuk perjuangan dan komitmen Sayed untuk terus berdiri dan membela perempuan di negaranya, yang kini memiliki berbagai pembatasan yang ketat.
Dalam wawancaranya itu, ia menyadari bahwa karya-karya yang telah ia lahirkan, dan sebagai orang yang pernah bekerja dengan pemerintahan sebelumnya akan membuat ia diincar oleh Taliban. Untuk itu ia memutuskan pergi ke Berlin dan tidak mengungkapkan lokasinya di sana.
Saat membagikan pengalamannya ketika Afghanistan kembali jatuh ke tangan Taliban, menurutnya, itu adalah pengalaman yang sangat mengerikan yang pernah ia alami.
“Mengerikan, ketika saya keluar semua orang berlarian dan berteriak, itu seperti film hororâ€, ungkapnya.
Sayed bercerita, butuh waktu empat jam untuk ia bisa melarikan diri dari kekacauan dan banyaknya tembakan yang diluncurkan oleh Taliban saat mereka mengambilalih negara itu.
Selama lebih dari setahun, menurut ceritanya, ia terus mencoba untuk melarikan diri dari Afghanistan, bahkan ia menghubungi sindikat perdagangan manusia yang menawarkan penyelundupan tanpa visa, karena ia takut akan pembalasan Taliban atas seluruh karyanya.
Melalui banyak upaya yang telah dilakukan, akhirnya Sayed berhasil memasuki negara tetangga Pakistan, sebelum akhirnya ia berhasil pergi ke Jerman tahun lalu.
“Saya bersembunyi, saya menangis selama tiga minggu setiap hari. Saya tidak percaya apa yang terjadi pada negara saya (saat itu)," pungkasnya.