Berita

Anggota DPR RI M. Misbakhun (kanan) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Publika

Apakah Semua Kewajiban Negara Sudah Dicatat sebagai Utang Dalam Buku Neraca Negara?

OLEH: M. MISBAKHUN*
JUMAT, 27 JANUARI 2023 | 00:02 WIB

INI bukan soal pencatatan semata tapi soal pengakuan utang dan pengakuan kewajiban atas beban dan risiko. Kalau soal dicatat oleh Bank Indonesia itu persoalan administrasi semata karena kewajiban Bank Indonesia dalam melakukan pencatat devisa maka setiap utang dalam denominasi mata uang asing atau forex harus dicatat oleh Bank Indonesia.

Semua ada catatannya disana. Bahkan orang bayar sekolah anaknya yang sekolah di luar negeri menggunakan mata uang asing tercatat transaksinya di Bank Indonesia.

Soal utang B to B dari China untuk BUMN di Indonesia pasti tercatat di Bank Indonesia bahkan pasti dicatat di bukunya BUMN yang punya utang. Masak utang oleh perusahaan tidak dicatat dan diakui di neraca BUMN, mana mau yang kasih utang. Ini bukan semata soal pencatatan utang. Ini soal pengakuan utang yang kewajiban dan risiko nya kepada negara. Bisa melalui mekanisme langsung atau bersifat contingency.

BUMN sebagai state-owned company, korporasi yang sahamnya dimiliki oleh negara 100%, ada yang kurang dari 100%, ada dengan kepemilikan minoritas tapi dengan mekanisme hak eksklusif dengan istilah saham merah putih, minority shareholder with extra right put option.

Dikatakan bahwa penjaminan pemerintah maksimal 6% sebagai contingency debt, saya punya contoh: kalau BUMN nya ada masalah pembayaran leasing pesawat seperti GIA yang lalu sehingga PKPU, maka yang turun langsung negara lewat Penyertaan Modal Negara, yang menggunakan mekanisme belanja di APBN. Uang APBN sebagian dari uang pajak, PNBP, dan penerbitan utang.

Apakah risiko nya BUMN tidak ke negara? Ini langsung risiko ke negara karena masuk mekanisme penyelamatannya melalui kebijakan negara lewat PMN di APBN. Sebelumnya GIA beberapa kali mendapatkan PMN lewat belanja di APBN untuk menyelamatkan going concern usahanya.

Ingat kasus Karaha Bodas sebuah proyek PLTU milik Pertamina joint venture dengan perusahaan Amerika Serikat yang gagal dikerjakan sehingga berdampak gugatan pada arbitrase international dan gugatannya itu ke Pertamina dan GoI (Government of Indonesia) sebagai pemegang saham. Ketika kalah dalam gugatan dan ada kompensasi denda maka yang ada di dalam amar putusannya disebutkan apabila putusan denda tidak dibayar maka seluruh aset milik Pertamina dan milik Pemerintah Indonesia sebagai jaminan untuk disita oleh otoritas hukum di Amerika Serikat.

Berikutnya kasus bail-in atas Jiwasraya sebesar 20 triliun melalui mekanisme PMN di Induk Usaha IFG Life yang baru dibentuk. Apakah ini memperhatikan aspek contigency debt 6% sesuai aturan itu? Buktinya 100% di talangi oleh negara lewat PMN dan mekanisme belanja di APBN tahun berjalan.

Ketika menggunakan mekanisme kebijakan belanja di APBN itu menjadi bukti nyata bahwa contingency debt yang selama ini dibukukan terpisah di BUMN harus menjadi bagian utang yang diakui dicatat oleh negara karena BUMN adalah milik negara 100% atau kurang sesuai gradasi kepemilikan saham nya dan risiko di APBN ketika BUMN mempunyai permasalahan soal going concern. Karena ketika kebijakan soal BUMN bermasalah mekanisme PMN lewat belanja di APBN menjadi solusinya.

Untuk itu neraca negara harusnya tidak hanya mencatat utang untuk keperluan pembiayaan APBN saja tetapi juga utang di buku nya BUMN yang sering disebut sebagai contingency debt, mengingat risiko selalu langsung ke negara ketika BUMN bermasalah. Yang terakhir harus dicatatkan sebagai utang dalam neraca negara adalah utang dana pensiun para ASN, TNI-Polri dan jaminan pensiun yang ditanggung negara lainnya dalam perhitungan aktuaria sesuai masa manfaat dan jatuh temponya.

Praktek mencatatkan semua tiga komponen utang pda neraca di atas adalah praktek lazim di negara demokrasi yang maju seperti Amerika, Jepang, Kanada, Negara Eropa, Australia. Makanya negara-negara tersebut ratio utang mereka dari total PDB mencapai hampir 100%, ada yang di atas 100% bahkan ada yang mendekati 200%.

Indonesia tercatat ratio utang nya pada kisaran hanya 41% dari total PDB itu hanya utang dari pembiayaan untuk keperluan di APBN sedangkan contigency debt (utang dalam buku BUMN) belum masuk buku dan utang kewajiban pada dana pensiun juga belum masuk dalam buku neraca negara pada sisi kewajiban atau utang.

Ini persoalan pencatatan utang, karena di dalam utang itu ada risiko kewajiban membayar utang. Baik bunga utang, pokok utang maupun biaya administrasi penerbitan utang berikut risiko denda akibat gagal bayar.

Penulis adalah Anggota DPR RI 2019-2024 yang sering rapat membahas utangnya negara.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya