Pangeran Harry memegang senapan SLR saat berpatroli melalui kota sepi Garmisir, Afghanistan/Net
Pemerintah Iran menuding Pangeran Harry melakukan kejahatan perang setelah putera Raja Charles itu mengklaim tentang jumlah pejuang Taliban yang dia bunuh di Afghanistan.
Dalam bukunya yang berjudul "Spare" Pangeran Harry mengklaim telah membunuh 25 pejuang Taliban saat bertugas untuk Angkatan Darat Inggris di Afghanistan.
Harry mengatakan dia menganggap orang-orang yang dia bunuh sebagai "bidak catur", bukan manusia, sebuah pernyataan yang kemudian memicu protes dari para veteran Inggris dan pejabat Taliban.
Kementerian Luar Negeri Iran mengecam pernyataan Pangeran Harry lewat cuitannya di Twitter dengan mengatakan bahwa Harry nampak 'tidak menyesal' atas pembunuhan yang ia lakukan, dan bahwa Inggris menutup mata terhadap "kejahatan perang" itu.
"Rezim Inggris, yang anggota Keluarga Kerajaannya melihat pembunuhan 25 orang tak bersalah sebagai penghilangan bidak catur dan tidak menyesali masalah ini, dan mereka yang menutup mata terhadap kejahatan perang ini, tidak dalam posisi. untuk mengkhotbahkan orang lain tentang hak asasi manusia," cuit Kementerian Luar Negeri Iran, seperti dikutip dari
AP, Rabu (18/1).
Menyusul pernyataan Harry, Iran berusaha membenarkan eksekusi Alireza Akbari, pria berdarah Inggris-Iran, yang mantan pejabat senior kementerian pertahanan, yang dituduh menjadi mata-mata MI6.
Kementerian mengatakan, Inggris tidak perlu "berkhotbah" tentang masalah hak asasi manusia sementara anak raja mengaku membunuh 25 pejuang Taliban.
Eksekusi Akbari menandai peningkatan besar dalam ketegangan antara London dan Teheran , yang sudah memuncak karena tindakan keras terhadap protes nasional untuk hak-hak perempuan.
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengecam eksekusi Akbari, dan menyebutnya sebagai "tindakan tidak berperasaan dan pengecut, yang dilakukan oleh rezim biadab".