Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan/Net
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kembali mendorong rencana untuk memajukan pemilu dari seharusnya digelar pada Juni, menjadi Mei. Langkah tersebut dinilai sebagai upaya politikus 68 tahun itu untuk melanggengkan kekuasaan.
Dengan mempercepat pemilu, maka pihak oposisi tidak memiliki waktu yang cukup untuk menunjuk seorang pesaing yang mumpuni melawan Erdogan.
"Pada tahun 2023, kita akan mencapai jalan yang dibuka oleh (mantan Perdana Menteri Turki Andan) Menderes pada 14 Mei 1950, dengan mengatakan 'cukup, rakyat memiliki suara,'," ujar Erdogan dalam pidatonya pada Sabtu (14/1).
Seperti dikutip
Al Arabiya pada Senin (16/1), Erdogan kerap mengutip Menderes, pemimpin yang digulingkan dalam kudeta militer tahun 1960 sebelum dieksekusi, sebagai inspirasi. Sehingga kutipan Erdogan tersebut ditafsirkan sebagai tanggal baru untuk pemilu Turki.
Erdogan telah menguasai Turki selama hampir dua dekade. Ia memimpin Turki sebagai perdana menteri sejak 14 Maret 2003 hingga 28 Agustus 2014, yang kemudian dilanjutkan sebagai presiden sampai saat ini.
Setelah pidato Erdogan, oposisi juga meyakini 14 Mei akan ditetapkan sebagai pemilu. Terlebih 14 Mei akan menghindari libur Idul Fitri dan libur sekolah.
Meski begitu, aliansi oposisi Turki belum mengumumkan calon.
"Tampaknya pemilu akan diadakan pada 14 Mei," ujar pemimpin CHP Kemal Kilicdaroglu, yang mengaku siap mencalonkan diri.
Erdogan belum secara terbuka mengatakan mengapa dia ingin pemilu diadakan lebih awal. Setahun yang lalu, kekayaan politik Erdogan tampak menurun, tetapi perang di Ukraina, bantuan pemerintah untuk rumah tangga dan usaha kecil, serta oposisi yang berantakan telah memperkuat cengkeramannya pada kekuasaan.
Untuk memenangkan putaran pertama, calon presiden perlu memenangkan lebih dari 50 persen suara. Jika tidak maka pertarungkan akan dilanjutkan ke putaran kedua yang akan digelar dua pekan kemudian.