Ledakan hotel di Kabul pada Desember 2022 yang menewaskan sejumlah warga negara China/Net
Sikap anti-China yang ditunjukkan oleh kelompok militan ISIS-K di Afghanistan lewat sejumlah serangan, telah mendorong lebih banyak pengusaha negeri tirai bambu angkat kaki.
ISIS-K tampaknya tidak senang dengan upaya China menancapkan pengaruh di negara yang saat ini dikuasai oleh Taliban itu.
Menurut
Global Strat View, hal itu dibuktikan dari meningkatnya serangan yang menyasar warga negara dan proyek-proyek pembangunan China di Afghanistan.
Lewat artikel di Voice of Khorasan pada September tahun lalu, ISIS-K mengaku curiga terhadap China yang kerap menjebak negara miskin dengan utang atau dana pembangunan, seperti yang dilakukan di Pakistan.
Mereka khawatir China berusaha mengisi celah yang ditinggalkan oleh Amerika Serikat (AS) dan akan mengeksploitasi kekayaan mineral yang sangat besar di Afghanistan.
“China mungkin menggunakan skema pinjaman semacam itu untuk melemahkan negara-negara dunia ketiga yang miskin dan meningkatkan pengaruh mereka di wilayah tersebut untuk membangun koloni neo-China†tulis artikel tersebut.
Selain itu, ISIS juga mengecam China karena melakukan tindakan diskriminasi dan kekerasan terhadap Muslim Uighur yang tidak bersalah.
Selain melakukan pemboman pada proyek-proyek milik Beijing, ISIS dan afiliasinya telah melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap warga negara China.
Serangan bom di hotel Kabul akhir tahun lalu yang melukai lima warga negara Beijing disinyalir merupakan bagian dari sikap anti-China tersebut.
Melihat ancaman yang menargetkan mereka, para pebisnis Cina mempertimbangkan untuk meninggalkan Afghanistan, terlepas dari sumber daya mineral yang kaya di negara tersebut.
Pengusaha Yu Minghui, yang sedang membangun pabrik manufaktur di Afghanistan, mengatakan sebagian besar investor Tiongkok kembali ke Tiongkok.
“Saya pikir mungkin 80 persen tidak akan kembali (ke Afghanistan),†ungkapnya.
Para ahli internasional menyebut Afghanistan sebagai "Makam Kerajaan" karena Inggris, Rusia, dan Amerika menghadapi kekalahan yang memalukan di sana.
Untuk itu, Direktur SOAS China Institute yang berbasis di London, Steve Tsang mengatakan China harusnya belajar dari kegagalan mereka.
"Sama seperti orang Amerika yang tidak belajar dari pelajaran Rusia dan Inggris sebelum mereka, kemungkinan besar orang China juga tidak akan belajar dari kesalahan Amerika,†pungkasnya.