Berita

Pakar Hukum Pidana Universitas Gajah Mada (UGM), Prof Dr Marcus Priyo Gunarto/Net

Hukum

Pakar: KUHP Baru Punya Asas Keseimbangan

SENIN, 09 JANUARI 2023 | 15:39 WIB | LAPORAN: DIKI TRIANTO

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang efektif berlaku pada 2025 dinilai sebagai produk hukum berasas keseimbangan, mulai dari terkait hak asasi manusia (HAM) hingga pidana praktik kohabitasi atau kumpul kebo.

Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki), Dr Rizkan mengatakan, salah satu yang membedakan KUHP baru dengan yang lama yakni memuat keseimbangan antara HAM beserta kewajibannya.

"Artinya aspek yang dibahas tidak hanya bagaimana kita menuntut HAM, tetapi juga membahas kewajiban-kewajibannya," kata Dr Rizkan dalam sosialisasi KUHP baru yang bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan, Sumatera Utara, Senin (9/1).


Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Gajah Mada (UGM), Prof Dr Marcus Priyo Gunarto menjabarkan KUHP dalam konteks perlindungan, mengatur atau membatasi kesewenang-wenangan penguasa dan warga masyarakat main hakim sendiri.

Salah satu contohnya adalah mengenai kohabitasi atau praktik kumpul kebo. Selama ini, Prof Marcus menilai masih ada masyarakat yang meyakini kohabitasi dilarang dan main hakim sendiri dengan penggerebekan. Namun ada kelompok yang masih melakukan.

"Ketika itu ditentukan sebagai delik aduan, dibatasi siapa yang berhak mengajukan aduan. Itu menjadi jalan tengah," sambung Prof Marcus.

Di sisi lain, ia mengamini KUHP yang baru disahkan masih muncul pro dan kontra hingga dianggap mengancam kebebasan. Hal ini dinilai wajar karena produk hukum atau KUHP ini tidak bisa lepas dari sudut pandang tertentu.

Oleh karenanya, sosialisasi selama tiga tahun ke depan sebelum penerapan KUHP penting dilakukan kepada masyarakat.

Dalam kesempatan tersebut, ia mengurai ada banyak keungguhan KUHP baru jika dibandingkan dengan KUHP lama buatan Belanda.

“Perubahan yang paling mendasar sebetulnya terletak di Buku I, karena ada perubahan paradigma tentang pidana. Ternyata pidana itu adalah alat untuk mencapai tujuan, sehingga semua akan mengubah konteks peradilan pidana," tutu Prof Marcus.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya